Sejarah Bengkulu dan Tapak Tilas Arkiologinya



A.   Sejarah Bengkulu
Nama Bengkulu berasal dari nama sungai Bangkahulu yang berarti pinang yang hanyut dari haluan atau hulu. Propinsi Bengkulu terletak Sumatra bagian selatan di bagian barat yaitu pada garis lintang 2018- 400 L.S. dan 1010-1030 B.T. Secara administratif propinsi ini berbatasan dengan Sumatra Barat, Jambi, Sumatra selatan, propinsi Lampung dan Samudra Indonesia. Daerahnya terbagi atas tiga jalur yakni daratan pantai, daratan lerang, pegugungan dan jalur pegunungan. Wilayah yang bergunung-gunung dengan puncaknya yang tinggi seperti gunung Seblat, gunung Dempo, gunung Tangamus dan lain-lain, diseling pula oleh hutan tropis yang lebat. Sungai yang besar adalah sungai Musi bagian hulu, mengalir ke pantai utara pulau Sumatra dan sungai Katahun yang mengalir ke pantai selatan. Propinsi Bengkulu sebagian besar merupakan daerah subu, karena curah hujan cukup memadai. Sejak dahulu Bengkulu sudah terkenal sebagai pengahasil lada. selain itu juga hasil pertanian dan perkebunan seperti padi, sayur mayur, dan buah-buahan. Dari pertambangannya, dapat menghasilkan emas dan perak yang terdapat di Rejang Lebong dan Musi Hulu. Hutan-hutan yang ada di daerah ini masih dihuni oleh berbagai jenis binatang liar seperti gajah, harimau, beruk, rusa, trenggiling, biawak, dan binatang hutan lainnya. Sedang floranya terdiri atas pohon-pohon kayu-kayuan yang dapat digunakan sebagai bahan bangunan, serta bunga raflesia atau bunga bangkai yang terkenal itu ada di daerah ini pula. Penduduk propinsi Bengkulu terdiri dari suku Rejang yan gmerupakan mayoritas, kurang lebih 2/3 dari propinsi ini. Mereka mendiami daerah Rejang Lebong, kabupaten Bengkulu Utara dan beberapa daerah di luar Bengkulu. Berdasarkan Tambo, orang Rejang berasal dari Bidara Cina melewati Pagaruyung, juga dari Majapahit dari Jawa. Kemudian suku serawai pada umumnya mendiami daerah Bengkulu Selatan. Sedangakan yang ketiga adalah suku Melayu, yang mendiami kotamadya Bengkulu dan beberapa Kevamatan di pinggiran kota Bengkulu dalam wilayah kabupaten Bengkulu Utara. Dengan demikian penduduk Begkulu mempuyai latar belakang budaya Minangkabau, Jawa dan Melayu. Mata pencaharian penduduk umumnya bertani, baik pertanian padi di sawah maupoun perkebunan seperti cengkeh, lada, buah-buahan, dan sebagainya. Pada masyarakat suku Rejang, disatu dusun terdiri dari kelompok yang terikat atas, dasar ikatan perjanjian pada saat sebelum upacara perkawinan menurut aksen bekulo. Pada prinsipnya ada tiga macam ayitu asen Beleket, asen Semendo dan Semendo rajo-rajo. Yang dimaksud beleket adalah perempuan masuk atau ikut kepada keluarga suami, jadi berlaku sistem partrilical. Semendo berarti laki-laki masuk atau ikut kepada keluarga istri berarti termasuk sisitem , matrilokal. Sedangakan Semendo berarti bebas memilih atu bilokal. Pada suku Melayu, sistem kekerabatan memegang peranan yang sangat penting, bagi meraka suami istri yang baru kawin boleh memilih akan tinggal dimana mereka akan suka, atau sistem bilokal. Pada umumnya mereka tinggal di lingkungan keluarga istri, namun kekuasaan tetap pada pihak laki-laki. Seperti halnya dengan suku-suku bangsa lainnya, masyarakat di daerah Bengkulu mengenal adat dan upacara yang berkaitan dengan lingkungan hidup manusia, karena dianggap sebagai suatu peristiwa yang penting yaitu kelahiran, perkawinan, dan kematian. Dari ketiga peristiwa tersebut diadakanlah upacara-upacara seperti : upacara kelahiran, upacara memberi nama, upacara mencukur rambut dan sebagainya. Upacara perkawinan dan upacara kematian. Salah satu upacara tradisional yang menyangkut beberapa aspek adalah upacara Tabut yang diadakan satu tahun sekali pada setiap tanggal 10 Muharram. Upacara ini hubungannya dengan sejarah kepahlawanan Hasan Husen, putra Nabi Muhammad S.A.W. Di dalam upacara ini selain unsur agama, sejarah juga unsur kesenian ada di dalamnya. Kelanjudtan dari upacara kematian adalah meniga hari, menuju hari dan nyatus atau seratus hari saat meninggalnya. Penduduk Bengkulu sebagian beragama Islam. Sebelum memeluk agama Islam, suku Rejang memeluk agama Budha dan kepercayaan terhadap roh halus yang disebut dengan keramat, semat dan memikat. Setelah agama Islam masuk mereaka memeluk agama Islam. Begitu pula pada suku serawai, dahulu menganut kepercayaan kepada dewa-dewa dan bagi wanita harus tahu ilmu kedukunan. Sedang suku Melayu sudah dulu memeluk agama Islam, sehingga di dalam upacara-upacara yang dilaksanakan selalu disertai doa-doa menurut agama Islam. Kesenian di daerah Bengkulu antara lain seni tari, misalnya Tari Tombak Kerbau, Tari Putri Gading Cempaka, Tari Sekapur Sirih, Tari Pukek, dan Tari Kejli dan sebagainya. Tari kejli aslinya dimainkan selama tujuh hari tujuh malam secara terus-menerus. Disamping itu kesenian Geritan yaitu cerita sambil berlagu, Serambeak yang berupa patatah petitih, andi-andi yaitu seni sastra yang berupa nasehat, seni musik atau seni suara atau berdendang, zikir dengan rebana atau sebagainya. Mereka pun mengenal seni anyaman dan seni ukir. Di dalam seni bangunan khususnya seni bangunan rumah didaerah Bengkulu mengenal berbagai macam rumah, masing-masing dengan nama tersendiri. Misalnya rumah adat pada suku Rejang yang disebut uneak Potong Jong, termasuk bangunan lama, sedangkan menurut bentuk bubungan atap dikenal rumah bubungan panjang, bubungan melintang, bubungan melintang, bubungan limas, bubungan sembilan. Semua berbentuk persegi empat dan bertiang tinggi atau rumah panggung. Di anjungan daerah Bengkulu diperkenalkan tiga buah rumah adat, yaitu sebuah rumah model bangsawan atau Depati dari daerah Bnegkulu Selatan dan dua rumah rakyat biasa. Ketiga rumah tersebut dibangun diatas tiang atau panggung dengan ketinggian 1,5 - 2 meter di atas tanah. Arsitek bangunan ini berasal dari penduduk asli yang diilhami oleh pengaruh rumah adat Sumatra Selatan, Minangkabau dan Melayu. Tangga terletak di depan rumah biasanya jumlah anak tangganya selalu ganjil, hal ini didasari makna atau pengertian dan hitungan tangga,takik, tunggu, tinggal. Bilangan yang jatuh pada hitungan bilangan takik kat takik dan tinggal menurut kepercayaan mereka akan membinasakan rumah itu sendiri. Misalnya takik berarti hancur dan tinggal berarti tidak ada yang bersedia menunggu rumah itu, dan rumah itu ditinggal tanpa penghuni. Rumah terbuat dari bahan yang lembut tetapi tahan lama, misalnya kayu medang kemuning, surian balam dan sebagainya. Lantainya dari papan dengan atap dan ijuk enau atau sirap. Pada dasarnya struktur rumah terbagai atas tiga bagian besar, yaitu penigo atau serambi, penduhuak bagian tengah, dan penyeyep bagian ruangan dalam, selain itu perluasan rumah terdapat dapur dan gang atau garang. Nama Bengkulu berasal dari nama sungai Bangkahulu yang berarti pinang yang hanyut dari haluan atau hulu. Propinsi Bengkulu terletak Sumatra bagian selatan di bagian barat yaitu pada garis lintang 2018- 400 L.S. dan 1010-1030 B.T. Secara administratif propinsi ini berbatasan dengan Sumatra Barat, Jambi, Sumatra selatan, propinsi Lampung dan Samudra Indonesia. Daerahnya terbagi atas tiga jalur yakni daratan pantai, daratan lerang, pegugungan dan jalur pegunungan. Wilayah yang bergunung-gunung dengan puncaknya yang tinggi seperti gunung Seblat, gunung Dempo, gunung Tangamus dan lain-lain, diseling pula oleh hutan tropis yang lebat. Sungai yang besar adalah sungai Musi bagian hulu, mengalir ke pantai utara pulau Sumatra dan sungai Katahun yang mengalir ke pantai selatan. Propinsi Bengkulu sebagian besar merupakan daerah subu, karena curah hujan cukup memadai. Sejak dahulu Bengkulu sudah terkenal sebagai pengahasil lada. selain itu juga hasil pertanian dan perkebunan seperti padi, sayur mayur, dan buah-buahan. Dari pertambangannya, dapat menghasilkan emas dan perak yang terdapat di Rejang Lebong dan Musi Hulu. Hutan-hutan yang ada di daerah ini masih dihuni oleh berbagai jenis binatang liar seperti gajah, harimau, beruk, rusa, trenggiling, biawak, dan binatang hutan lainnya. Sedang floranya terdiri atas pohon-pohon kayu-kayuan yang dapat digunakan sebagai bahan bangunan, serta bunga raflesia atau bunga bangkai yang terkenal itu ada di daerah ini pula. Penduduk propinsi Bengkulu terdiri dari suku Rejang yan gmerupakan mayoritas, kurang lebih 2/3 dari propinsi ini. Mereka mendiami daerah Rejang Lebong, kabupaten Bengkulu Utara dan beberapa [1]daerah di luar Bengkulu. Berdasarkan Tambo, orang Rejang berasal dari Bidara Cina melewati Pagaruyung, juga dari Majapahit dari Jawa. Kemudian suku serawai pada umumnya mendiami daerah Bengkulu Selatan. Sedangakan yang ketiga adalah suku Melayu, yang mendiami kotamadya Bengkulu dan beberapa Kevamatan di pinggiran kota Bengkulu dalam wilayah kabupaten Bengkulu Utara. Dengan demikian penduduk Begkulu mempuyai latar belakang budaya Minangkabau, Jawa dan Melayu. Mata pencaharian penduduk umumnya bertani, baik pertanian padi di sawah maupoun perkebunan seperti cengkeh, lada, buah-buahan, dan sebagainya. Pada masyarakat suku Rejang, disatu dusun terdiri dari kelompok yang terikat atas, dasar ikatan perjanjian pada saat sebelum upacara perkawinan menurut aksen bekulo. Pada prinsipnya ada tiga macam ayitu asen Beleket, asen Semendo dan Semendo rajo-rajo. Yang dimaksud beleket adalah perempuan masuk atau ikut kepada keluarga suami, jadi berlaku sistem partrilical. Semendo berarti laki-laki masuk atau ikut kepada keluarga istri berarti termasuk sisitem , matrilokal. Sedangakan Semendo berarti bebas memilih atu bilokal. Pada suku Melayu, sistem kekerabatan memegang peranan yang sangat penting, bagi meraka suami istri yang baru kawin boleh memilih akan tinggal dimana mereka akan suka, atau sistem bilokal. Pada umumnya mereka tinggal di lingkungan keluarga istri, namun kekuasaan tetap pada pihak laki-laki. Seperti halnya dengan suku-suku bangsa lainnya, masyarakat di daerah Bengkulu mengenal adat dan upacara yang berkaitan dengan lingkungan hidup manusia, karena dianggap sebagai suatu peristiwa yang penting yaitu kelahiran, perkawinan, dan kematian. Dari ketiga peristiwa tersebut diadakanlah upacara-upacara seperti : upacara kelahiran, upacara memberi nama, upacara mencukur rambut dan sebagainya. Upacara perkawinan dan upacara kematian. Salah satu upacara tradisional yang menyangkut beberapa aspek adalah upacara Tabut yang diadakan satu tahun sekali pada setiap tanggal 10 Muharram. Upacara ini hubungannya dengan sejarah kepahlawanan Hasan Husen, putra Nabi Muhammad S.A.W. Di dalam upacara ini selain unsur agama, sejarah juga unsur kesenian ada di dalamnya. Kelanjudtan dari upacara kematian adalah meniga hari, menuju hari dan nyatus atau seratus hari saat meninggalnya. Penduduk Bengkulu sebagian beragama Islam. Sebelum memeluk agama Islam, suku Rejang memeluk agama Budha dan kepercayaan terhadap roh halus yang disebut dengan keramat, semat dan memikat. Setelah agama Islam masuk mereaka memeluk agama Islam. Begitu pula pada suku serawai, dahulu menganut kepercayaan kepada dewa-dewa dan bagi wanita harus tahu ilmu kedukunan. Sedang [2]suku Melayu sudah dulu memeluk agama Islam, sehingga di dalam upacara-upacara yang dilaksanakan selalu disertai doa-doa menurut agama Islam. Kesenian di daerah Bengkulu antara lain seni tari, misalnya Tari Tombak Kerbau, Tari Putri Gading Cempaka, Tari Sekapur Sirih, Tari Pukek, dan Tari Kejli dan sebagainya. Tari kejli aslinya dimainkan selama tujuh hari tujuh malam secara terus-menerus. Disamping itu kesenian Geritan yaitu cerita sambil berlagu, Serambeak yang berupa patatah petitih, andi-andi yaitu seni sastra yang berupa nasehat, seni musik atau seni suara atau berdendang, zikir dengan rebana atau sebagainya. Mereka pun mengenal seni anyaman dan seni ukir. Di dalam seni bangunan khususnya seni bangunan rumah didaerah Bengkulu mengenal berbagai macam rumah, masing-masing dengan nama tersendiri. Misalnya rumah adat pada suku Rejang yang disebut uneak Potong Jong, termasuk bangunan lama, sedangkan menurut bentuk bubungan atap dikenal rumah bubungan panjang, bubungan melintang, bubungan melintang, bubungan limas, bubungan sembilan. Semua berbentuk persegi empat dan bertiang tinggi atau rumah panggung. Di anjungan daerah Bengkulu diperkenalkan tiga buah rumah adat, yaitu sebuah rumah model bangsawan atau Depati dari daerah Bnegkulu Selatan dan dua rumah rakyat biasa. Ketiga rumah tersebut dibangun diatas tiang atau panggung dengan ketinggian 1,5 - 2 meter di atas tanah. Arsitek bangunan ini berasal dari penduduk asli yang diilhami oleh pengaruh rumah adat Sumatra Selatan, Minangkabau dan Melayu. Tangga terletak di depan rumah biasanya jumlah anak tangganya selalu ganjil, hal ini didasari makna atau pengertian dan hitungan tangga,takik, tunggu, tinggal. Bilangan yang jatuh pada hitungan bilangan takik kat takik dan tinggal menurut kepercayaan mereka akan membinasakan rumah itu sendiri. Misalnya takik berarti hancur dan tinggal berarti tidak ada yang bersedia menunggu rumah itu, dan rumah itu ditinggal tanpa penghuni. Rumah terbuat dari bahan yang lembut tetapi tahan lama, misalnya kayu medang kemuning, surian balam dan sebagainya. Lantainya dari papan dengan atap dan ijuk enau atau sirap. Pada dasarnya struktur rumah terbagai atas tiga bagian besar, yaitu penigo atau serambi, penduhuak bagian tengah, dan penyeyep bagian ruangan dalam, selain itu perluasan rumah terdapat dapur dan gang atau garang


B.   Masuknya Islam Di Ranah Bengkulu

Masuk dan berkembangnya dakwah Islam di Bengkulu menurut hemat penulis sedikit terlambat dibandingkan dengan masuknya dakwah Islam di daerah-daerah lain di nusantara yang telah tersentuh ajaran Islam pada abad ke-7. Hal ini ada kemungkinan disebabkan oleh letak geografis Bengkulu yang berada di tepi Samudera Hindia bukan berada di antara selat pulau, dengan kondisi seperti tersebut membuat pelayaran mengalami kesulitan untuk berlayar menuju Bengkulu. Persentuhan Bengkulu dengan Islam saat Bengkulu masih terbentuk dalam sistem pemerintahan berupa kerajaan-kerajaan kecil yang berada di kawasan dataran tinggi ataupun berada di wilayah pesisir provinsi Bengkulu.
Berdasar pada beberapa data yang ada, salah satunya menurut Azra, penyebaran Islam yang berasal dari Timur Tengah dan sekitarnya menuju kepulauan nusantara, terlebih dahulu singgah di Malaka. Dari Malaka inilah kemudian Islam tersebar menuju nusantara. Dari Malaka Islam tersebar ke pulau Sumatera melaui Sriwijaya (Palembang) lalu menyebar ke daerah-daerah lainnya di Sumatera. Dari Malaka Islam juga dibawa ke Aceh (Samudera Pasai) dan menyebar ke daerah sekitarnya di pulau Sumatera. Sedangkan Sumatera Barat menerima Islam melalui Palembang dan Aceh . Bila melihat jalur penyebaran agama Islam di nusantara tersebut, ada kemungkinan Islam masuk ke Bengkulu melalui Minangkabau (1500) atau melalui Palembang, dan pada masa-masa tersebut Bengkulu masih berbentuk dalam tata pemerintahan berupa kerajaan-kerajaan.
Salah satu kerajaan tertua di Bengkulu adalah Kerajaan Sungai Serut dengan raja pertamanya Ratu Agung (1550 1570) yang berasal dari Gunung Bungkuk . Dari sumber lokal yang terhimpun dalam Gelumpai diperoleh keterangan bahwa pada tahun 1417 M seorang dai dari Aceh bernama Malim Mukidim datang ke Gunung Bungkuk Sungai Serut Awi, kawasan Lematang Ulu. Malim Mukidim berhasil mengislamkan raja Ratu Agung penguasa Gunung Bungkuk saat itu . Menurut sumber lain, agama Islam masuk di Bengkulu sekitar abad ke 16 .
Persentuhan Palembang dengan Islam, sangat memungkinkan Palembang menjadi salah satu pintu masuknya Islam ke Bengkulu. Hal ini sebagaimana yang di kemukakan oleh Badrul Munir Hamidy : "Masuknya Islam ke Bengkulu melalui lima pintu yaitu ; pintu pertama melalui kerajaan Sungai Serut yang dibawa oleh ulama Aceh Tengku Malim Mukidim, pintu kedua [3]melalui perkawinan Sultan Muzafar Syah dengan putri Serindang Bulan, inilah awal masuknya Islam ke tanah Rejang pada pertengahan abad XVII. Pintu ketiga melalui datangnya Bagindo Maharajo Sakti dari Pagaruyung ke kerajaan Sungai Lemau pada abad XVII, pintu keempat melalui dakwah yang dilakukan oleh dai-dai dari Banten, sebagai bentuk hubungan kerjasama kerajaan Banten dan kerajaan Selebar, pintu kelima masuknya Islam ke Bengkulu melalui daerah Mukomuko setelah menjadi kerajaan Mukomuko". Kerajaan Pagaruyung di Sumatera Barat mempunyai kekuasaan yang luas dari Sikilang Aia Bangih adalah batas Utara, sekarang di daerah Pasaman Barat, berbatasan dengan Natal, Sumatera Utara. Taratak Aia Hitam adalah daerah Bengkulu (daerah pesisir Selatan hingga ke Mukomuko). Durian Ditakuak Rajo adalah wilayah di Kabupaten Bungo, Jambi yang terakhir, Sialang Balantak Basi adalah wilayah di Rantau Barangin, Kabupaten Kampar, Riau sekarang .
Selain jalur-jalur ataupun pintu masuknya dakwah Islam ke Bengkulu yang dikemukakan di atas, salah satu jalur masuknya Islam ke Bengkulu adalah adanya hubungan kerajaan Sungai Lemau dengan Singaran atau Suanda yang berasal dari Palembang. Pada tahun 1527 M datang seseorang yang berasal dari Lembak Beliti, dusun Taba Pingin Pucuk Palembang yang bernama Singaran atau Suanda kepada Baginda Sebayam raja Sungai Lemau dengan tujuan untuk meminta suaka politik. Pengganti Baginda Sebayam adalah putranya yang tertua bernama Baginda Sana yang bergelar Paduka Baginda Muda. Pada masa pemerintahan Paduka Baginda Muda datang seorang laki-laki dari dusun Taba Pingin yang bernama Abdul Syukur yang masih termasuk kerabat Singaran (Suanda). Abdul Syukur inilah yang mula-mula mengembangkan agama Islam di wilayah Sungai Itam hingga ke Lembak Delapan .
Singaran atau Suanda yang datang dari Lembak Beliti dusun Taba Pingin Pucuk Palembang dalam sumber lain nama Singaran atau Suanda disebut juga dengan nama Aswanda. Karena Aswanda berkelakuan baik dan berasal dari keturunan bangsawan maka oleh baginda Sebayam diambil menjadi menantu dan diberi sebagian wilayah kerajaannya, yaitu daerah pesisir yang terbentang antara Sungai Itam dan sungai Bengkulu ke hulu sampai sungai Renah Kepahiang dan ke hilir sampai ke pinggir laut, peristiwa ini terjadi pada tahun 1650 . Kedatangan kerabat Singaran (Suanda atau Aswanda) yang beragama Islam (Abdul Syukur) pada masa pemerintahan Paduka Baginda Muda dari kerajaan Sungai Lemau berarti telah terjadi kontak hubungan antara masyarakat Sungai Lemau khususnya di wilayah Sungai Itam hingga ke Lembak Delapan dengan agama Islam sekitar tahun 1650.
Pada tahun 1668 M (1079 H) kerajaan Sungai Lemau dan kerajaan Sillebar yang ada di Bengkulu mengadakan hubungan kerjasama dengan sultan Banten (Sultan Ageng Tirtayasa). Utusan kerajaan Sungai Lemau diwakili oleh Depati Bangsa Raja, sedangkan utusan dari kerajaan Sillebar diwakili oleh Depati Bangso Radin. Kedua utusan dari dua kerajaan tersebut menyatakan wilayahnya di bawah kekuasan sultan Banten. Selanjutnya sultan Banten bermufakat dengan Inggris untuk memberikan gelar pangeran kepada kedua utusan dari Bengkulu tersebut, setelah menghadap sultan Banten, Depati Bangsa Raja dari kerajaan Sungai Lemau mendapat gelar Pangeran Raja Muda. Sedangkan Depati Bangsa Radin dari kerajaan Sillebar oleh Sultan Banten diberi gelar Pangeran Nata Diraja. Menurut riwayat, Pangeran Nata Diraja menikah dengan Puteri Kemayun anak perempuan Sultan Banten (Sultan Ageng Tirtayasa). Pangeran Nata Diraja kembali ke kerajaan Sillebar di Bengkulu disertai dengan dua belas tentara kesultanan Banten .
Dengan demikian dakwah Islam juga masuk ke Bengkulu melalui pintu kerjasama antara kerajaan-kerajaan yang ada di Bengkulu pada abad ke-16. Selain itu peninggalan sejarah menyangkut kontak hubungan masyarakat Bengkulu dengan agama Islam yang masih dapat dilihat sampai sekarang adanya perayaan ritual Tabut yang dilaksanakan untuk memperingati kematian cucu Nabi Muhammad S.A.W. yakni Hasan dan Husein.
Awal datangnya Tabut di Bengkulu dibawa oleh orang Benggali India pada tahun 1714 dikepalai oleh Syekh Burhanudin, bergelar imam Senggolo. Di Bengkulu Syekh Burhanudin mempersunting dua orang dara yang masing-masing berasal dari dusun Cinggri (pen. Cenggri) dan Sungai Leman (pen. Sungai Lemau) (Pondok Kelapa sekarang) menetap disebuah perkampungan yang terletak dipesisir bantai Berkas dengan anak dan cucunya . Masuknya budaya Tabut ke Bengkulu pada masa penjajahan Inggris abad XVII yang dibawa oleh orang-orang Islam berasal dari India yang berasal dari suku Sipai dan Benggali.
Pada masa kolonial Inggris berada di Bengkulu, orang-orang Benggala termasuk kelompok ke lima dalam pelapisan sosial. Orang-orang Benggala lebih sedikit jumlahnya dibandingkan dengan orang Cina. Tabiat orang Benggala penuh curiga, suka berkelahi, dalam bekerja lebih lamban dari orang-orang Melayu. Selain itu mereka menciptakan suatu tradisi perayaan yang lain dari kebudayaan orang-orang Melayu yang ada di Bengkulu, orang Benggala dikenal juga sebagai Sipaijer atau orang Sipai . Kebudayaan dan tradisi yang diciptakan oleh orang Benggala tersebut sampai saat ini dikenal dengan perayaan Tabut.
Selain bukti sejarah berupa kebudayaan, tulisan, dan lain sebagainya, bukti lain yang mengindikasikan masuknya dakwah Islam ke suatu daerah antara lain adalah adanya makam orang Islam atau makam yang bercorak Islam. Seperti ditemukannya batu nisan yang bertuliskan dan atau berarsitektur Timur Tengah.
Di Bengkulu, salah satu peninggalan makam yang bercorak Islam terdapat pada makam Sentot Ali Basya tertulis tanggal pemakaman 17 April 1885. Menurut penuturan masyarakat, bangunan cungkup yang ada di atas makam Sentot Alibasyah adalah bangunan baru. Hal itu menunjukan bangunan makam tersebut pada awalnya sangat sederhana, tanpa bangunan tambahan. Makam tidak ditandai dengan nisan, berbeda dengan umumnya makam-makam muslim di Nusantara .
Lokasi makam Sentot Alibasyah ini berada di daerah Kampung Bali atau lebih tepatnya berada pada arah Barat provinsi Bengkulu. Kondisi makam cukup terawat dengan baik, dipasang cungkup berwarna putih, serta disekelilingnya terdapat makam-makam lain yang berasal dari masyarakat sekitar. Lokasi makam mudah dijangkau dengan kendaraan, karena berada sekitar 200 meter dari jalan raya.
Bukti-bukti sejarah masuknya Islam di Bengkulu belum teridentifikasi secara utuh, karena sedikitnya peninggalan sejarah yang menunjukkan kapan masuknya Islam di Bengkulu dan penulis belum menemukan hasil penelitian tentang hal tersebut. Namun perkembangan sejarah dakwah di Bengkulu dapat juga dilihat dari beberapa manuskrip yang menunjukkan corak ke-Islam adalah adanya naskah yang ditulis pada ruas/gelondong (Gelumpai) dari bambu, yang dikenal dengan tulisan Rencong Ka-Ga-Nga, atau aksara Ulu. Masyarakat turunan Pasemah khususnya masyakat yang ada di Padang Guci kabupaten Kaur menyebut tulisan Ka-Ga-Nga dengan sebutan tulisan Ke-Ge-Nge, dan dari informasi yang penulis dapatkan tidak ada perbedaan antara Ka-Ga-Nga orang suku Rejang dengan tulisan Ke-Ge-Nge yang pernah ada di Padang Guci.
Walaupun demikian tulisan Rencong Ka-Ga-Nga merupakan tulisan suku Rejang Bengkulu pertengahan abad XV, dan dikenal dengan sebutan tulisan Rencong, yang cara menulisnya dilakukan dari kiri ke kanan secara melintang (horizontal). Istilah Rencong lazim dipergunakan oleh sarjana Belanda. Tulisan aksara rencong disebut juga dengan aksara Ka-Ga-Nga, atau Ulu (Surat Ulu) . Dari sumber lokal yang terhimpun dalam tulisan pada ruas-ruas bambu (Gelumpai) diperoleh keterangan bahwa pada tahun 1417 M seorang dai dari Aceh bernama Malim Mukidim datang ke Gunung Bungkuk Sungai Serut Awi, kawasan Lematang Ulu. Ia berhasil mengislamkan raja Ratu Agung penguasa Gunung Bungkuk saat itu . Dengan demikian tulisan-tulisan tersebut dengan jelas menceritakan Islam di Bengkulu.
Selain peninggalan tulisan, makam, dan artefak, masjid merupakan sebuah bukti sejarah Islam. Sehingga untuk mengkaji sejarah Islam, tidak jarang masjid menjadi tolok ukur masuk dan berkembangnya Islam di suatu daerah. Masjid sebagai sentral kegiatan ibadah dan dakwah Islam yang dapat menjadi bukti sejarah masuknya Islam di Bengkulu, namun di sayangkan sangat sedikit dapat ditemukan masjid-masjid tua yang menunjukkan indikasi bahwa masjid tersebut dibangun pada awal masuknya Islam di Bengkulu. Pada umumnya masjid yang ada di Bengkulu dibangun setelah abad ke -19.
Sebagai bukti masuk dan berkembangnya Islam di Bengkulu, tidak salah kiranya ditelusuri melalui masjid-masjid tua yang ada di Bengkulu. Dalam tulisannya Masjid-Masjid Bersejarah di Indonesia Abdul Baqie Zein mengemukakan ada beberapa masjid tertua dan bersejarah di kota Bengkulu adalah : masjid Baiturrahim simpang lima th 1910, masjid Taqwa Jl Sutoyo Rt. 4 th 1910, masjid Al-Muhtadin Jl S. Parman Rt. 10 th 1912, masjid Lembaga Pemasyarakatan th 1915, masjid Al-Muhtadin th 1920, masjid Al-Iman Jl. Sutoyo Rt. 5 th 1921. masjid-masjid inilah yang tercatat dalam direktori masjid Kanwil Depag Bengkulu tahun 1997 . Sumber lain menyebutkan bahwa masjid-masjid yang bersejarah di Bengkulu di antaranya masjid Jamik di Jl. Suprapto, masjid Syuhada di kelurahan Dusun Besar, masjid Al-Mujahidin di kelurahan Pasar Baru, dan masjid Baitul Hamdi di kelurahan Pasar Baru.
Di Bengkulu Selatan terdapat sebuah masjid yang bernama Masjid Al Mannar yang kondisinya saat ini telah dipugar karena mengalami kerusakan berat setelah gempa tahun 2000. Menurut Burhanuddin (Ketua Panitia Pembangunan Masjid Al-Mannar) masjid Al-Manar merupakan masjid tertua di Kota Manna, karena dibangun sekitar tahun 1905 Masehi atau 1327 Hijriyah. Masjid Al-Mannar yang berlokasi di perkampungan nelayan Pasar Bawah memiliki nilai-nilai historis, karena terkait erat dengan sejarah perkembangan Islam di Bengkulu Selatan. Di masjid tersebut, dimakamkan pula Syech Moh Amin, yang merupakan penyebar agama Islam dan pendiri masjid pertama di Bengkulu Selatan tersebut.

C.   Interaksi Awal

Interaksi awal masyarakat Bengkulu dengan Islam dapat diketahu melalui beberapa jalur, antara lain melalui jalur Sumatera Selatan (Palembang), jalur Sumatera Barat (Padang) pengaruh kerajaan Pagaruyung di Mukomuko, dan jalur kerjasama antar kerajaan Sillebar dengan Banten. Banyaknya jalur masuk dan berkembangnya dakwah Islam di Bengkulu, membuat corak tersendiri dalam aplikasi keberagamaan masyarakat Bengkulu.
Mencermati beberapa data yang ada tentang sejarah dakwah Islam di Bengkulu, maka dapat diketahui belum adanya kajian secara holistik tentang proses masuknya dakwah Islam ke Bengkulu, waktu masuknya Islam ke Bengkulu, daerah mana yang pertama bersentuhan dengan Islam, siapa penyebar agama Islam pertama kali, dari daerah mana para pembawa Islam ke Bengkulu berasal, bagaimana cara penyebarannya, dan belum terhimpunnya benda-benda peninggalan sejarah yang bercorak Islam di Bengkulu. Dari fenomena yang ada, mengingat Islam merupakan agama yang dianut oleh mayoritas masyarakat bumi Raflessia, maka dapat dan perlu dilakukan pengkajian secara mendalam tentang sejarah dakwah Islam di bumi Raflessia Bengkulu.

D.   Peninggalan-Peninggalan Masa Islam

Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa Provinsi Bengkulu terdapat sejumlah tingalan arkeologi dan sejarah yang berasal dari masa sebelum kolonial Inggris dan Belanda. Tinggalan tersebut berasal dari kerajaan-kerajaan yang pernah berkuasa di sejumlah daerah di Bengkulu antara lain Kerajaan Mukomuko, Sungai Lemau, Kerajaa Lillebar, dan Kerajaan Sungai Hitam. Makam-makam kuno yang masih tersisa berada dalam kondisi yang tidak terawat. Bekas lokasi berdirinya istana atau pusat pemerintahan berada di Desa Pondok Kelapa dari Kerajaan Sungai Lemau dan Istana Tuanku di Pasar Mukomuko.
  • Makam Kuno Zaman Islam
Makam-makam kuno ditemukan di Tapak Jedah, Pekiknyaring, Pondik Kelapa, dan Mukomuko. Makam-makam tersebut mempunyai jirat yang disusun dengan menggunakan bata berspesi dan ditandai dengan nisan kepala dan nisan kaki. Makam-makam yang menggunakan jirat hanya dijumpai di Tapak Jedah dan Mukomuko, sedangkan makam-makam di Pekiknyaring dan Pondok Kelapa aslinya tanoa jirat sehingga nisannya langsung ditanam di dalam tanah. Yang mernarik adalah bentuk jirat yang terdapat di makam raja-raja Mukomuko., karena berbentuk kubus dan dihiasi dengan motif kuncup bunga di keempat sudutnya. Begitu juga dengan jirat yang menggunakan tipe Aceh berbentuk gada, karena bentuknya menyerupai jirat-jirat makam yang ada di Makassar.
  • Pecahan Keramik
Pecahan keramik asing ditemukan di Balai Buntar, Codong (bukit) Bendera, benteng tanah, Babadan, dan Pauh Terenjam, semuanya berjumlah 68 buah. Pecahan-pecahan keramik tersebut berasal dari bagian tepian, badan, dan dasar. Keramik berasal dari Eropa dan Cina pada abad 18-19 M
  • Keramik Lokal Bermotif Islam
Pecahan keramik local atau tembikar ditemukan di Sungai Jenggalu dan Pauh Terenjam yang berjumlah 8 buah. Bahan dasar yang digunakan untuk membuat berasal dari campuran pasir dan tanah liat dengan menggunakan teknik roda putar lambat. Pasir yang digunakan adalah pasir laut sehingga kandungan kwarsanya tinggi. Beberapa keramik bertuliskan huruf Arab.
  • Benteng Tanah
Benteng tanah ditemukan di Babadan dan Kerkap. Benteng Babadan berbentuk bujursangkar dengan dua buah bastion, sementara benteng Kerkap berbentuk empat persegi panjang tanpa bastion, Diperkirakan benteng ini didirikan oleh Kerajaan Aceh karena di dalam benteng ditemukan beberapa kata bertuliskan huruf Arab.



[1] Abdullah Sidik, Sejarah Bengkulu, http//www.abdulsidik,blogspot.com.html. diakses pada 26 november 2014.
[2] Fitria, Ritual Tabut Sebagai Media Komunikasi Masyarakat kota Bengkulu,http//www.rinifitria.blogspot.com html.
[3] Agus , Elite Pribumi Bengkulu,  Balai Pustaka,Jakarta, 2001.hl 27

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SEJARAH DAN PERKEMBANGAN SPSS

ASAL USUL DESA RETAK MUDIK KECAMATAN SUNGAI RUMBAI KABUPATEN MUKOMUKO PROPINSI BENGKULUSEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM ( SKI ) FAKULTAS USHULUDIN ADAB DAN DAKWAH INSTITUTE AGAMA ISLAM NEGRI

Jejak, Syeikh Abdul Samad al-Falimbani