RESUME KISAH KEJADIAN MANUSIA DAN SEMESTA DARI MASYARAKAT REJANG
RESUME KISAH
KEJADIAN MANUSIA DAN SEMESTA
DARI MASYARAKAT
REJANG
NASKAH LOKAL
DITULIS OLEH :
ARIF
AZHARI, S.Hum
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Sekilas Gambaran Sastra Daerah Rejang
Profinsi
Bengkulu sangat terkenal dengan aksara KA-GA-NGA ( selain itu juga sering
disebut tulisan ulu). Aksara KA-GA-NGA ini berkembang pada masyarakat Rejang
yang terdiri dari 23 huruf alfabet. Tulisan KA-GA-NGA yang ada pada masyarakar
rejang merupakan turunan dari huruf Pallawa ( Kawi ),
pendapat ini diuraikan oleh gonda didalam karangannya yang berjudul Sanskrit in Indonesia.mengenai
pertumbuhn tradisi tilis KA-GA-NGA belum dapat diketahui dengan pasti tetapi
menurut Marsden pada akhir abad ke-18 sampai setengah dari abad ke-19 tradisi
ini masih produktif dalam artian bahasa KA-GA-NGA masih digunakan oleh
masyarakat rejang dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai buktinya yaitu salah
satu teks KA-GA-NGA rejang yang di tulis oleh Ali Akbar ditalang
baru pada tanggal 9 agustus 1961 dan teks tersebut memuat tentang hukum adat
Rejang. Tetapi setelah tahun 1960-an tradisi tulis KA-GA-NGA Rejang sudah tidak
produktif lagi. Keunikan dari tradisi tulis KA-GA-NGA Rejang ini menurut saya
karena aksara rejang di tulis pada kulit kayu, tanduk, kulit binatang, bamboo,
rotan, batu dan lain-lain. Dari sekian banyak tulisan KA-GA-NGA yang ada pada
sekarang ada sebagian tulisan tersebut yang sudah tidak utuh lagi.
B.
Teks
Kejadian Dari Masyrakat Rejang
1. Naskah-Naskah Kejadian Dari Masyarakat
Rejang
Ada empat naskah Ka-Ga-Nga, yaitu I.C 9738 dan I.C
9739 yang tersimpan di Meseum fur Volkenkunde, Berlin, L.Or. 5447 yang
tersimpan di Rijksuniversiteits Bibliotheek, Leiden, dan Malay D11 yang
tersimpan di India Office Library, London. Keempat naskah tersebut berbentuk
kumpulan gelumpai. Sebagaimana lazimnya
naskah-naskah Ka-Ga-Nga, keempat naskah A, B, C, dan D tersebut tidak memiliki
kolofon yang memberikan keterangan tentang waktu dan tempat naskah-naskah itu
ditulis, serta nama penulisnya. Dalam ke empat naskah ini tidak dijumpai
penguna sandangan jinah seperti yang terdapat pada naskah KA-GA-NGA Serawai.
Dan ke empat ini merupakan naskah KA-GA-NGA Rejang. Untuk mengetahui teks
kejadian pada masyrakat Rejang dapat melewati dua cara yaitu dengan dengan cara
lisan maupun tulisan.
2. Teks-teks lisan kejadian dari masyarakat
Rejang
Teks-teks ini dapat dikumpulkan meliputi kisah-kisah
kejadian Adam dan kisah-kisah terjadinya Binatang. Kisah-kisah kejadian
tumbuh-tumbuhan meliputi kisah terjadinya simbur menjaga, pohon enau, serta
kisah terjadinya buah yang memabukkan yaitu petai, jengkol, jering dll. Dari
segi bentuknya, kisah-kisah kejadian dari masyarakat Rejang di propinsi
Bengkulu berasal dari tradisi lisan berbentuk prosa dan sifatnya Naratif serta
kalau dilihat dari alur kronologisnya mengikuti alur sebab akibat dalam
kaitanya. Jika di perhatikan secara seksama, perbedaan antara teks kejadian
yang berbentuk lisan dan teks kejadian yang berbentuk tulis tidak saja terletak
pada bentuknya (yaitu prosa dan prosa berirama) dan bahasanya, tetapi juga pada
isi kandunganya. Perbedaanya yaitu dalam teks kejadian lisan dikisahkan
terjadinya hewan dan tumbuhan yang berasal dari manusia atau bagian dari tubuh
manusia. Tetapi yang demikian tidak dijumpai dalam teks-teks kejadian tulis.
C. Kisah-Kisah Kejadian Masyarakat Rejang
Kisah-kisah kejadian dari masyarakat Rejang terdapat dalam
bentuk teks tulis maupun yang berbentuk teks lisan yang dikelompokan kedalam
golongan Mite(myth). Masyarakat Rejang meyakini tentang adanya apa yang dikisahkan
dalam teks lisan maupun teks tulis itu benar-benar terjadi dan menganggap kisah
tersebut adalah suatu realitas dalam kehidupan mereka sehinga banyak hal pola
pikir dan kelakuan masyrakat Rejang
dipandu oleh keyakinan mereka tentang semesta dan seisinya sebagaimana
dikisahkan dalam mitos penciptaan itu. Atas dasar inilah pembahasan kisah-kisah
kejadian tersebut dilakukan dalam kerangka mite dan fungsi bagi masyarakat
rejang.
a)
Kisah
Kejadian Semesta
Menurut mitos yang berkembang pada masyrakat Rejang bahwasanya
mereka diciptakan terlebi dahulu sebelum semesta dan seisinya ini ada, yang ada
hanyalah “Ketiadaan”. Ide ini di kutip dari kutipan ape dulu sekali niyan/sagale pun tiyado.
Artinya apakah yang mula-mula sekali ada/pada awal mulanya, segalnya adalah
ketiadaan.
Setelah ada unsur-unsur tersebut, yakni unsur-unsur yang menyatakan
“ruang dan waktu” dikisahkan dalam sebuah teks bahwa ada tuhan. Tuhan
digambarkan dengan ungkapan urang saurang urang/badiri sadari diri/ tatagak
tiyada baratiyang/ tagatung tiyado baratali artinya “orang-oranga/ ada
dengan sendirinya/ tegak tiada bertiang/ tergantung tiada bertali”. Dalam
pengertian ini, Tuhan ada dengan sendirinya. Adanya Tuhan tanpa diadakan. Tuhan
tidak terikat oleh ruang dan waktu. Ungkapan tagagak tiyada baratiang/
tagatung tiada baratali menunjukkan makna bahwa Tuhan tidak terikat oleh
apapun. Dari beberapa kutipan teks yang ada juga menceritakan tentang“ketiadaan”
secara kronologis kemudian terbentuk ruang dan waktu, dalam ruang dan waktu itu
tuhan ada dan bertahta.
Dalam artian tuhan tidak diadakan oleh siapapun.S
Tuhan adalah yang asli yang Esa dalam dirinya sendiri dan inti dari teks lisan
bahwasanya sebelum bumi, langit, laut, alam semesta, hewan, tumbuhan-tumbuhan,
dan manusia tercipta, Tuhan sudah ada dan bertahta. Dan seandainya saya atau
penulis boleh berpendapat maka pendapat saya mengenai mengenai mitos tentang
Tuhan pada masyarakat Rejang ini singkron atau merujuk pada Surat yang ada
dalam Al-qur’an tentang Tuhan
itu Esa yaitu surat AL-Ikhlas ayat ke 3 yaitu:
Artinya:
Tuhan(allah) tidak beranak dan tidak diperanakkan
b)
Kisah
Kejadian Adam
Kisah kejadian Adam sebagai manusia yang pertama kali diciptakan
juga terdapat pada teks KA-GA-NGA dan teks lisan memperlihatkan kesesuaian isi,
yaitu bahwa manusia tercipta setelah semesta dan seisinya ada atau tercipta.
Dalam teks lisan diuraikan secara ringkas bahwa Adam diciptakan dari tanah
liat, dan diberi Ruh atau jiwa oleh Tuhan dengan cara menghembuskan kedalam
tubuh Adam. Selain itu juga proses terciptanya Adam terdapat pada naskah Malay
D11 yang tersimpan di India yang biasa disebut tambay/tembo/tambo. Maniti
Tambay Adam dapat diartikan sebagai menelusuri, mengkaji kisah asal usul
sejatinya manusia, yaitu Adam. Sementara Tambay mula turun menyuratkan maksud
kisah turunya manusia ke Dunia, selanjutnya keadaan janin dalam rahim ibu dan
masa pertumbuhan dan perkembangan manusia di Dunia. Dan menurut Voorhoewe
ada beberapa naska KA-GA-NGA yang hilang yang sangat mungkin dibaca ketika
menjelang kelahiran anak. Sebagai pengkuat pendapatnya karena di Bengkulu ada
sebuah tradisi yitu upacara mencukur rambut bayi ketika bayi berusia 7 hari
sampai 40 bulan dan bahkan di masyarakat Rejang tradisi seperti ini juga
dikenal dan produktif. Selain itu juga membawa bayi ke sungai.
Kota Madya Bengkulu juga masih dijumpai upacara Babuwai yang
dinyanyikan oleh kaum ibu-ibu. Secara garis besar mirip dengan teks Tambay
Mula Turun. Teks Babuwai dikelompokan kedua bagian. Bagian yang pertama
mengkisahkan tentang asal mula sejatinya manusia, serta keadaan dan
perkembangan janin selama dalam kandungan dan bagian kedua mengisahkan pola
perawatan dan pendidikan anak setelah anak lahir ke dunia.
c)
Kisah
Kejadian Selanjutnya
Mengenai hal ini, perlu dikemukakan bahwa teks lisan (sejauh yang dapat dikumpulkan) tidak
mengemukakan secara tersurat keterangan sebagaimana sebagaimana versi tertulis.
Meskipun demikian, ide pokok yang terkandung dalam bait teks KA-GA-NGA atau
teks lisan dalam garisbesarnya bersesuaian. Pada bagian ini mengkisahkan
tentang terjadinya hewan, seperti ular, cacing, naga, siamang, musang,
bulan, burung, takting, dan tumbuh-tumbuhan seperti kapung, enau, petai,
jering, dan simbur menjaga. Kejadian kisah-kisah mengenai hewan dan
tumbuhan sejauh ini belum ditemukan pada teks tulis KA-GA-NGA. Kisah atau mitos
yang berkembang pada masyarakat Rejang seperti yang terlihat di bawah ini:
Ø Kisah kejadian burung pungguk yang intinya
burung pungguk ini berasal dari seorang anak manusia yang tinggal di kayangan
tetapi beliau melanggar pantangan, maka berubahlah menjadi seekor burung
pungguk atau burung wowo.
Ø Kisah kejadian siamang, yang intinya
siamang terjadi dari manusia atau seorang ustad. Seorang ustad ini dituduh
mencuri karena memakai serba hitam. Ustad tersebutpun lari sambil mengangkat
kedua tangannya lalu menjadilah siamang. Jadi sejak kejadian itulah masyarakat
rejang berangapan bahwasanya siamang berasal dari manusia.
Ø Kisah kejadian takting atau sejenis lebah,
ini juga berasal dari anak manusia yang kelaparan karena telat makan. Kejadian
tersebut terjadi dikarenakan terlalu lama untuk membuat sesuap nasi kepada
anaknya, maka perut anak tersebut mengecil dan berubahlah menjadi Takting.
Ø Kisah kejadian simbur menjangan. Simbur
menjangan juga terjadi dari manusia. Hal ini terjadi karena seorang anak yang
mengantinya kepala seorang ayahnya dengan kepala anjing.
Ø Kisah kejadian dari pohon Enau dan batang
kapung. Kisahnya menurut masyarakat Rejang juga dari manusia
Ø Kisah terjadinya buah memabukkan, mabuk
disini dalam artian keracunan oleh buah atau tanaman tersebut. Tanaman yang
memabukkan diantaranya yaitu petai, jengkol, kabau. Menurut mitos yang
berkembang pada masyarakat rejang tumbuhan jenis ini juga berasal dari tubuh
manusia.
Ø Asal mula elang, srigunting, musang bulan,
babi, penuggu laut, raja negeri sam, dan raja di muka bumi, ini juga terjadi
dari tujuh istri seorang raja.
Mengenai kisah atau mitos yang berkembang
pada masyarakat Rejang bahwasanya asal usul binatang maupun tumbuhan yang sudah
dikisahkan dalam kisah tersebut itu semuanya berasal dari kesalahan atau
kekhilafan seorang manusia. Dan menurut asumsi saya dulunya, mitos ini bisa
berkembang karena digunakan sebagai bahan didikan bagi masyarakat Rejang yang
nantinya mempunyai seorang anak untuk dididiknya agar seseorang anak tumbuh
dengan kebaikan. Asumsi inilah yang bisa saya paparkan setelah membaca mitos
atau kisah pada masyarakat Rejang. Karena mitos tersebut selalu dihubungkan
dengan kesalahan manusia.
D. Kebudayaan, Mitos, Dan Lingkungan Hidup
Masyarakat Rejang menyebut dirinya sebagai
orang ulu, maksudnya orang yang tinggal didaerah pedalaman. Masyarakat rejang
juga menyakini bahwasanya mereka adalah keturunan empat Biku bersaudara dari
Majapahit yakni Biku Sepanjang Jiwo, Biku Bimbo, Biku Bejenggo, Serta Biku
Bermano. Keempat biku ini merupakan orang yang bijaksana, arif, pengasih dan
penyayang, serta sakti. Atas dasar itulah masyarakat rejang mau menerima mereka
dan dijadikan pemimpin oleh masyarakat Rejang karena pada waktu itu masyarakar
Rejang dihantui dengan seekor kera betangan putih yang terkadang kala bisa
membawa bencana. Dengan adanya biku-biku inilah keadaan yang sedemikian
menakutkan bisa teratasi dan sikera bertangan putihpun lenyap dari kehidupan
masyarakat Rejang.
Selain itu juga masyarakat Rejang dikenal
dengan Rejang Empat Petulai. Kata petulai berarti kesatuan keluarga(keturunan)
yang bersifat unilateral(dari satu jalur, yaitu garis keturunan dari
patrilineal), Berdasarkan perkawinan eksogami. Keempat petulai tersebut
adalah petulai Tubei(keturunan biku sepanjang Jiwo), petulai Bermani(keturunan
biku bermano), petulai Jurukalang(keturunan biku bembo), dan petulai
Slupuei(keturunan Biku Bejenggo).
Mayoritas agama masyarakat Rejang adalah
Islam. Miskipun demikian, tetapi kehidupan masyarakat Rejang masih diselimuti
oleh kehidupan Mitis dalam artian sikap manusia yang merasakan dirinya
terkepung oleh kekuatan-kekuatan gaib sekitarnya, yaitu kekuasaan dewa-dewa dan
alam raya atau kekuasaan kesuburan, sebagaimana yang di pentaskan dalam
mitologo-mitologi masyarakat atau bangsa-bangsa premitif. Selain itu juga pada
masyarakat Rejang dikuatkan bahwasanya hidup adalah bersatu dengan lingkungan,
dengan semesta dan kekuatan-kekuatan yang ditimbulkanya. Contohnya seperti jika
terjadinya kerusakan-kerusakan alam yang disebabkan oleh manusia, maka nantinya
akan terjadi sebuah bencana atau dengan istilah alam telah marah. Karena
menurut masyarakat Rejang kehidupan bagaikan rantai makan dalam artian semuanya
ada timbale baliknya.
E. Mitos Kejadian: Perinsip Berpasangan Dan
Pendidikan Pekerti
Sudah kita ketahui bersama bahwasnya masyarakat Rejang
terdapat kisah-kisah yang menceritakan bahwa hewan dan tumbuhan terjadi dari
manusia. Apabila diperhatikan dari setiap kisah-kisah yang ada maka timbullah
perinsip diad. Perinsip diad dapat diterjemahkan sebagai
“berpasangan”. Dari berpasangan inilah yang nantinya akan terjadi suatu timbal
balik dan kisah-kisah kejadian merupakan
sarana pendidikan agar manusia senantiasa memelihara susunan atau tatanan yang
ada, serta memelihara keharmonian. Karena masyarakat Rejang berangapan kalau
seandainya itu dilangar maka akan timbulah bencana atau mala petaka.
F.
Kebudayaa
Dalam Perubahan
Hal ini bisa terjadi karena tradisi tulis KA-GA-NGA tidak lagi
produktif dan sangat sedikit orang-orang tua yang masih dapat membaca
naskah-naskah KA-GA-NGA. Masyarakat yang masih mampu membaca naskah KA-GA-NGA
adala masyarakat yang berumur diatas 60 tahun dan itu terjadi pada 30 tahun
yang lalu. Dan pada dewasa ini hanya segelintir orang saja yang masih bisa
membaca naskah KA-GA-NGA di propinsi Bengkulu khusunya pada masyarakat Rejang.
Komentar
Posting Komentar