Lampiran Proposal Metode Penelitian Sejarah dan Kebudayaan Judul : Perbadingan Tabut Bengkulu dan Tabut Pariaman Oleh: arif azhari



Lampiran Proposal
Metode Penelitian Sejarah dan Kebudayaan
Judul : Perbadingan Tabut Bengkulu dan Tabut Pariaman
Oleh: arif azhari

BAB 1 PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Penelitian ini mengkaji fenomena kebudayaan yang tercermin dalam kata tabot dan tabuik pada upacara Tabot Bengkulu dan Tabuik Pariaman. Dasar pemikirannya adalah bahwa kata tabot dan tabuik merupakan dua varian bebas untuk satu referen yang sama yang mengalami perubahan secara fonologis. Baik tabot maupun tabuik keduanya merupakan upacara tradisional yang dilaksanakan untuk mengenang kisah kepahlawanan dan kematian cucu Nabi Muhammad SAW, Husein bin Ali bin Abi Thalib dalam peperangan dengan pasukan Ubaidillah bin Zaid di padang Karbala, Irak pada tanggal 10 Muharam 61 Hijriah (681 M), meskipun keduanya dilaksanakan di dua tempat dan dengan tata cara yang berbeda. Tabot dilaksanakan di Bengkulu dengan rentetan acara yang cukup ditail dan begitu megah hingga terkadang mengundang “Tabot Tamu” dari daerah lain di luar kota Bengkulu maupun dari negara tetangga seperti Malaysia. Sedangkan tabuik populer di Pariaman dengan acara yang hanya melibatkan paguyuban masyarakat adat Pariaman, terlepas dari komponen pengunjung atau wisatawan yang menyaksikan upacara tersebut.
Secara historis, tidak ada catatan tertulis sejak kapan upacara tabot mulai dikenal di Bengkulu. Namun, diduga kuat tradisi yang berangkat dari upacara berkabung para penganut paham Syi’ah ini dibawa oleh para tukang yang membangun Benteng Marlborough (1718-1719) di Bengkulu. Para tukang bangunan tersebut, didatangkan oleh Inggris dari Madras dan Bengali di bagian selatan India yang merupakan penganut Islam Syi‘ah. Para pekerja yang merasa cocok dengan tata hidup masyarakat Bengkulu, dipimpin oleh Imam Senggolo alias Syekh Burhanuddin, memutuskan tinggal dan mengembangkan budaya yang kemudian melahirkan upacara tabot. Upacara ini semakin meluas dari Bengkulu ke Painan, Padang, Pariaman, Maninjau, Pidie, Banda Aceh, Meuleboh dan Singkil. Namun dalam perkembangannya, kegiatan tabot menghilang di banyak tempat. Hingga pada akhirnya hanya terdapat di dua tempat, yaitu di Bengkulu dengan nama tabot dan di Pariaman (masuk sekitar tahun 1831) dengan sebutan tabuik . Dengan adanya kajian historis dan komparatif lintas budaya antara Bengkulu dan Pariaman, menjadikan tabot dan tabuik sebagai simbol lingual yang pantas untuk terus diterapkan, didokumentasikan, dan dibanggakan.
Fajri Usman dalam artikelnya pada proceeding ISOL-1 menyatakan bahwa dalam konteks budaya, simbol lingual – dalam hal ini Tabot Bengkulu dan Tabuik Pariaman – itu tidak dipandang secara sederhana, tetapi ia dapat dipandang sebagai sesuatu yang sangat kompleks. Kata tabot pada frasa Tabot Bengkulu dan kata tabuik pada frasa Tabuik Pariaman bukanlah sekedar dua kata untuk menamakan upacara tradisional yang dilaksanakan di dua tempat yang berbeda. Terdapat sesuatu yang mencurigakan pada dua data fonologis tersebut. Dengan menggunakan konsep metode komparatif, kedua data tersebut dianalisa. Hal apa saja yang dibandingkan? Bagaimana perspektif Linguistik Kebudayaan dalam menelaah frasa Tabot Bengkulu dan Tabuik Pariaman? Mengapa kedua data fonologis tersebut penting untuk diteliti? Dan sederet pertanyaan lain tentang Tabot Bengkulu dan Tabuik Pariaman menjadikannya bahan kajian yang menarik terutama dalam Mata Kuliah Teori Linguistik Kebudayaan.
Kondisi sosial budaya masyarakat, nampaknya, juga menjadi penyebab munculnya perberbedaan dalam tatacara pelaksanaan upacara Tabot. Di Bengkulu, misalnya, Tabotnya berjumlah 17 yang menunjukkan kepada jumlah keluarga awal yang melaksanakan Tabot, sedangakan di Pariaman hanya terdiri dari 2 macam Tabot (Tabuik) yaitu Tabuik Subarang dan Tabuik Pasa. Tempat pembuangan Tabot (Tabuik) antara Bengkulu dan Pariaman juga berbeda. Pada awalnya Tabot di Bengkulu di buang ke laut sebagaimana di Pariaman Sumatera Barat. Namun, pada perkembangannya, Tabot di Bengkulu dibuang di rawa-rawa yang berada di sekitar pemakaman umum yang dikenal dengan nama makam Karbela yang diyakini sebagai tempat dimakamnya Imam Senggolo alias Syekh Burhanuddin.
Belakangan ini, banyak kritikan dari berbagai elemen masyarakat terhadap pelaksanaan upacara Tabot. Satu hal yang paling mendasar dari semua kritikan tersebut adalah berubahnya fungsi upacara Tabot dari ritual bernuansa keagamaan menjadi sekedar festival kebudayaan belaka. Ini nampaknya disebabkan oleh kenyataan bahwa yang melaksanakan upacara Tabot adalah orang-orang non-Syiah. Hilangnya nilai-nilai sakralitas upacara Tabot semakin diperparah dengan munculnya apa yang kemudian dikenal sebagai Tabot pembangunan (Tabot yang keberadaannya karena deprogram oleh pemerintah dan berjumlah banyak).
B.     Perumusan Masalah
            Sesuai dengan tradisi masyarakat bengkulu dan pariaman mengelar upacara tabot untuk menggapainya suatu aspirsiasi masyarakat terhadap prilaku yang telah diwarisi secara turun-menurun, karena adanya suatu keyakinan terhadap kepercayaan mereka. Walau itupun bukan dari kalangan syi’ah itu sendiri yang berusaha mempertahankan kebudayaan, tetapi ada juga oang-orang suni pun ikut artisipasi terhaap budaya itu.
            Maka dibalik itu semua peneliti memikirkan hal apa yang menjadi ketertarikan masyarakt unuk mempertahankan budaya tersebut, dan menjadikan pemrsatu antara setiap golongan yang ada, dan ini bukn dikaitkan kepada golongan syi’ah saja tetapi ikut campurnya masyarakat terhadap tabot tersebut.
            Fenomena budaya spritual demikian telah dilestarikan, sejak tahun 1831 sampai sekarang. Ini tidak henti-hentinya masyarakat hantu sias terhadap pelaksanaan tabot tersebut. Dan menjadikan objek dalam wisata kota bengkulu dan pariaman. Bagi masyarakat bengkulu dan pariaman ini bukan saja untuk melestarikan tapi juga melihat memperkuat sosial didalam masyarakat terutama dibengkulu dan dipariaman.
Bedasarkan uraian diatas,maka permasalahan penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
(1).       Bagaimana aktivitas dan ritual tabot tersebut dan dikemas dalam pebandingan terhadap tabot bengkulu dan pariaman.
(2).       Mengapa tabot pariaman ada 2, sedangkan tabot bengkulu ada 17.
(3).       Bagaimana tabot itu bisa dijalankan sedangkan tradisi yang dilakukan sangatlah berbeda antara tabot bengkulu dan pariaman.padahal tujuan acara itu pun sama untuk mengenang Husein bin Ali bin Abi Thalib, cucunya Nabi Muhammad SAW.

C.     Tujuan Penelitian
a.       Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perbandingan:
Upacara Tabot Bengkulu dan Tabuik Pariaman menjadi ciri khas budaya masyarakat Bengkulu dan Pariaman. Apabila kata tabot dipasangkan dengan kata Bengkulu dan kata tabuik dipasangkan dengan kata Pariaman maka tertanam ke dalam pikiran kita atau masyarakat manapun bahwa kedua upacara tersebut menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Bengkulu dan Pariaman, bahkan dipercayai sebagai bagian yang penting bagi kehidupan berbudaya pada kedua daerah tersebut.
b.      Makna Tabot Bengkulu dan Tabuik Pariaman.
Inti dari upacara Tabot Bengkulu dan Tabuik Pariaman adalah untuk mengenang upaya pemimpin Syi’ah dan kaumnya mengumpulkan potongan tubuh Husein, mengarak dan memakamnya di Padang Karbala. Potongan tubuh ini disimpan di dalam kotak kayu atau peti yang dalam bahasa Arab disebut tabut.
3.3 Nilai yang Terkandung dalam Upacara Tabot Bengkulu dan Tabuik Pariaman.

Secara umum, ada tiga nilai yang terkandung dalam pelaksanaan upacara tabot/tabuik, yaitu: nilai Agama (sakral), sejarah, dan sosial. Nilai Agama (sakral) dalam upacara tabot/tabuik adalah pelaksanaan upacara tabot/tabuik merupakan perayaan untuk menyambutan tahun baru Islam. Nilai sejarah yang terkandung dalam upacara tabot/tabuik adalah sebagai manifestasi kecintaan dan untuk mengenang wafatnya cucu Nabi Muhammad SAW yakni Husein bin Abi Thalib yang terbunuh di Padang Karbela dan juga sebagai ekspresi permusuhan terhadap keluarga Bani Umayyah pada umumnya dan khususnya pada Yazid bin Muawiyah, Khalifah Bani Umayyah yang memerintah waktu itu, beserta Gubernur ‘Ubaidillah bin Ziyad yang memerintahkan penyerangan terhadap Husain bin ‘Ali beserta laskarnya. Sementara nilai sosial yang terkandung di dalam kedua upacara tersebut adalah mengingatkan manusia akan praktik penghalalan segala cara untuk menuju puncak kekuasaan dan simbolisasi dari sebuah keprihatinan sosial.
D.    Manfaat Penelitian
            Melihat dari fenomena proses acara pegelaran tabot bengkulu dan pariaman. Melihat tradisi yang telah di selenggarakan menanamkan masyarakat hal pentinya penyelenggaraan tersebut, tetapi ada yang membuat hal diri seorang peneliti adalah penyelenggaraan yang berbeda pada pengenangan Husain bin Ali bin Abi Thalib. Terkadang hal yang ditunjukan tersebut ialah sama, tetapi tujuan sampe ke hal niat tradisi tradisional tersebut membuat perbedaan segi pandang seseorang dan menjadikan sebuah objek masalah yang kolit.
            Perbedaan mengenai pengenangan Husain bin Ali bin Abi Thalib. Diukur dalam hal kepercayaan atau keyakinan ketua suku atau ketua penyelengara tabot tersebut yang dipimpini oleh masing-masing keyakinan. Seperti, dibengkulu ketua DKT bengkulu dan ketua DKT pariaman yang berbeda pandangan hal tradisi yang di kenali oleh pono atau dikenal dengan syekh burhanudin.
            Kajian peneliti derhadap tabot bengkulu dan pariaman supaya agar tidak menjadi perbedaan pandangan semata dan menjadi tumpang tindih terhadap masing-masing tradisi tabot tersebut yang akan saling menjatuhkan satu sama lain. Dan ini menjadi masalah terbesar setiap penganut tradisi tabot tersebut. Maka hal ini telah dinetalisir agar jangan ada yang saling menjatuhkan, dimana setiap pandangan itu sama karena tujuan utama mereka adalah mengenangnya Husai bin Ali bin Abi Thalib.


E.     Tinjauan Penelitian
            Penelitian haruslah mudah mencari sumbernya dengan cara primer dan skunder, jangan sampe penelitian kualahan terhadap fakrtor sarana sumber tersebut. Karena, sumber itu sangat lah sulit kalau tidak dengan serius mentela’ahnya.  Melihat dari segi sumber itu terlihat dari aspek-aspek yang ingin dijelasakan.
            Dalam pengumpulan data penelitian meninjau segi setiap data skunder yang didapat maka dari itu data yang didapat bisa dimasuki secara analitis dan kritis. Dan bertujuan untuk menghasilkan keunikan-keunikan yang purporsive. Agar sampel yang telah didapat bisa berguna dan menganalisis lebih dalam terhadap sampel yang ingin detelti, oleh karena itu peneliti tidak akan menghitung proposisi sampel data yang dipandang lebih representatif.
            Beberapa sampel data sekunder yang didapat adalah :
a.       Dahri, DR. Harapandi, Tabot; Jejak Cinta Nabi Di Bengkulu, Penerbit Citra, 2009.
b.      Ahmad, Fazi. Husain: Pahlawan Dan Syahid Besar, Jakarta; Depdikbud, 1985.
Beberapa sampel data primer yang didapat adalah :
a.       Pernah disinggung oleh; Dr. R. Cecep Eka Permana;(Universitas Indonesia)acara Seminar, Dialog Sejarah dan Budaya;”Cagar Budaya dan Peninggalan Kolonial di Bengkulu
b.      Dr. Muhammad Nur (Universitas Andalas Padang)acara Seminar; Dialog Sejarah dan Budaya;”Cagar Budaya Dan Peninggalan Kolonial Di Bengkulu”Pada Tanggal 28 November 2014
c.       Seminar Nasional Yang Diselenggarakan Oleh Perpustakaan Duta Zaman Bekerjasama Dengan Dinas Pariwisata Kota Bengkulu Dengan Atase Kebudayaan (Kedutaan Republik Islam Iran) Dengan Tema : “Kecintaan Masyarakat Bengkulu Terhadap Husain Cucu Nabi Muhammad SAW Dalam Tradisi Tabut”Pada Tanggal 2 November 2014

Dahri, DR. Harapandi, Tabot; Jejak Cinta Nabi Di Bengkulu, Penerbit Citra, 2009.:
            Menjelaskan dalam bukunya; perayaan tabot merupakan syiah kultural di indonesia. Pada prinsipnya tradisi tabot memiliki hubungan dengan paham syi’ah yang dibuktikan dengan arakan-arakan tabut yang pesannya menggambarkan ritus penghormatan atas wafatnya Imam Husain di Karbala. Dalam proses jalannya asimilasi, akomodasi, dan interaksi budaya yang cukup intens antara ritus bernuansa syiah ini dengan budaya-budaya lokal, tabut mengalami metamorfosis budaya. Mulanya, tabut digelar dalam kerangka melaksanakan ajaran syi’ah sebagai paham atau ideologi menjadi sebuah kearifan lokal atau sekedar sebagai praktek syiah kultural. Syis’me dalam konteks ini bukan lagi sebagai paham dan ideologikeagamaan tetapi sebagai ornamen budaya.
Ahmad, Fazi. Husain: Pahlawan Dan Syahid Besar, Jakarta; Depdikbud, 1985.;
            Perayaan tabut berdampak nyatadalam menghidupkan sektor ekonomi pariwisata dan masyarakat dan juga menggerakan roda ekonomi Provinsi Bengkulu dan Pariaman. Perayaan tabut setidak-tidaknya mendatangkan rezeki bagi pedagang kaki lima. Semua terjadi karena kedatangan pengunjung baik dari dalam maupun luar, yang nampaknya akan meningkat volume usaha pendapatan daerah dan pedagang, retribusi daerah setempat. Keramaian tabut merupakan salah satu objek pariwisata yang cukup potensial.
F.      Metode Penelitian
            Metode penelitian budaya pada prisipnya tergantung pada model apa yang digunakan. Karena,  setiap model memang memiliki ancangan yang khas dan sedikit berbeda dengan satu yang lainnya. Kekuatan pemilihan metode, akan menunjukan bahwa hasil dari penelitian akan akurat pula. Sebaliknya jika metode yang digunakan tampak kabur, kurang rigid, dan tidak menampilkan langkah-langkah yang jelas, hasil penelitian boleh jadi sangat mengecewakan. Hasil penelitian dapat bias segala segi. Itulah sebabnya penentuan metode menjadi sangatlah penting sekali bagi penelitian budaya. Maka peneliti mengambil beberapa segi aspek metode penelitian budaya. Yaitu; Heristik ( Pengumupan Data Atau Sumber),Itreprestasi (Pemilihan Tehadap Teori-Teori Yang Digunakan),Kritik (Saling Menjatuhkan Bisa Juga Saling Menguatkan), Histografi (Pengkajian Deskritif-Naratif, Analitis-Kritis, autlen).
1.      Teknik Pengumpulan Data
            Dalam pengumpulan data penelitian meninjau segi setiap data skunder yang didapat maka dari itu data yang didapat bisa dimasuki secara analitis dan kritis. Dan bertujuan untuk menghasilkan keunikan-keunikan yang purporsive. Agar sampel yang telah didapat bisa berguna dan menganalisis lebih dalam terhadap sampel yang ingin detelti, oleh karena itu peneliti tidak akan menghitung proposisi sampel data yang dipandang lebih representatif.
Ø  Beberapa sampel data sekunder yang didapat adalah :

a.       Dahri, DR. Harapandi, Tabot; Jejak Cinta Nabi Di Bengkulu, Penerbit Citra, 2009.
b.      Ahmad, Fazi. Husain: Pahlawan Dan Syahid Besar, Jakarta; Depdikbud, 1985.

Ø  Beberapa sampel data primer yang didapat adalah :

a.       Pernah disinggung oleh; Dr. R. Cecep Eka Permana;(Universitas Indonesia)acara Seminar, Dialog Sejarah dan Budaya;”Cagar Budaya dan Peninggalan Kolonial di Bengkulu
b.      Dr. Muhammad Nur (Universitas Andalas Padang)acara Seminar; Dialog Sejarah dan Budaya;”Cagar Budaya Dan Peninggalan Kolonial Di Bengkulu”Pada Tanggal 28 November 2014
c.       Seminar Nasional Yang Diselenggarakan Oleh Perpustakaan Duta Zaman Bekerjasama Dengan Dinas Pariwisata Kota Bengkulu Dengan Atase Kebudayaan (Kedutaan Republik Islam Iran) Dengan Tema : “Kecintaan Masyarakat Bengkulu Terhadap Husain Cucu Nabi Muhammad SAW Dalam Tradisi Tabut”Pada Tanggal 2 November 2014
2.          Penentuan Lokasi Penelitian
Fajri Usman dalam artikelnya pada proceeding ISOL-1 menyatakan bahwa dalam konteks budaya, simbol lingual – dalam hal ini Tabot Bengkulu dan Tabuik Pariaman – itu tidak dipandang secara sederhana, tetapi ia dapat dipandang sebagai sesuatu yang sangat kompleks. Kata tabot pada frasa Tabot Bengkulu dan kata tabuik pada frasa Tabuik Pariaman bukanlah sekedar dua kata untuk menamakan upacara tradisional yang dilaksanakan di dua tempat yang berbeda. Terdapat sesuatu yang mencurigakan pada dua data fonologis tersebut. Dengan menggunakan konsep metode komparatif, kedua data tersebut dianalisa. Hal apa saja yang dibandingkan? Bagaimana perspektif Linguistik Kebudayaan dalam menelaah frasa Tabot Bengkulu dan Tabuik Pariaman? Mengapa kedua data fonologis tersebut penting untuk diteliti? Dan sederet pertanyaan lain tentang Tabot Bengkulu dan Tabuik Pariaman menjadikannya bahan kajian yang menarik terutama dalam Mata Kuliah Teori Linguistik Kebudayaan.
Simpson (1959:107-108) konsep giografis dalam evolusi, bahwa kehidupan budaya akan ditentukan oleh perkembangan waktu. Perkembangan waktu akan memungkinkan tumbuhnya gagasan baru yang mampu mengubah kebudayaan kedepan. Sepertihalnya tabut tersebut dahulu tabut Bengkulu itu dibuang ke pantai seprtihalnya Di Pariaman. Tetapi perubahan perinsip dasar dan keyakinan tehadap apa yang diyakini maka tabut benkulu sekarang tidak lagi dibuang ke tepi laut, tapi dibuangnya ke rawa-rawa yang dianggap peninggalan Syekh Burhanudin.  Terletak di Karbala. Proses tersebut karena terjadinya asimilasi budaya yang bekemajuan, dan ini telah disampaikan terhadap teori budaya yang termasuk teori klasik, Evolusionisme.

3.  Penentuan Informan
            Melalu pengamatan pustaka dan pengumpulan data teknik partisipant observastion. Dalm melakukan pasrtisipant observastion juga berpegang pada konsep pustaka, bahwa penelitian berusaha menyimpan pembicara informan, dan pengamatan berpatisipasi dipilih untuk menjalin hubungan baik dengan informan. Dalam hal ini pengamatan penelitian berpastisipasi terhadap penyelenggaraan dan seminar yang telah diberikan sebelumnya. Maka hal ini menjadi ujian pertimbangan terhadap sebuah informan terhadap gejala-gejala tabut Bengkhulu dan Pariaman. Dan mengeritik pembahasan yang telah didapatkan.
            Dalam sumber tersebut telah diyakinkan kenapa tabut bengkulu dibuang ke karbela dan kenapa diarak. Ini telah dibahas sebelumnya. Pada intinya setiap budaya itu memiliki makna tersendiri didalam kehidupan manusia. Dan ini menjadikan  fenomena yang memiliki has masing masing, dan juga halnya di pariaman kenapa dibuang ke tepi pantai itu pun memiliki hal keyakinan tersendiri. Inilah menjadi sebuah objek yang menarik antara perbedaan keyakinan tersebut.

6.4  histiografi
            Histrografi merupakan paparan merupakn cara penulisan pemaparan, atau pelaporan hasil penelitian sejarah yang telah dilakukan. Layaknya dengan  laporan penelitian ilmiah , penulisan hasil penelitian sejarah itu hendak dapat memberikan gambaran  yang jelas mengenai proses penelitian sejak awal ( fase perencanaan ) sampai akhirnya penarikan kesimpulan, sehingga dengan penulisan sejarah ini dapat menentukan mutu penelitian sejarah ini.
Dalam penelitian ini penelti akan memperhatiakan hal-hal berikut: mengungkap bahasa dengan baik, terpenuhinya kesatuan sejarah, menjelaskan apa yang ditemukan oleh peneliti dengan menyajikan bukti-bukti dan membuat garis-garis umum yang akan dikuti secara jelas oleh pemikiran pembaca dan pemaparan Sejarah haruslah argumentatif artinya usaha peneliti dalam mengerahkan ide-idenya dalam merekontruksi masa lampau itu didasarkan atas bukti-bukti tersleksi, lengkap dan detail faktanya akurat.
Metode penelitian secara analisa data yang telah diperoleh secara utuh dengan hasil metode yang di pakai secara metode of dan metode for, metode of mengengupulkan dan menganalisis data secara menyeluruh dan mentafsirkan secara memahami model data yang meluas, metode for adalah realitas fenomena yang dipahami, dan aanalisis ini digabungkan teori yang telah diasumsikan sebelumnya dan mencari ketepatan terhadapa pemahaman penelitian tersebut dengan menggabungkannya.

                                                   







DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang............................................................................ 2

B.     Rumusan Masalah....................................................................... 7

C.     Batasan Masalah...........................................................................7

D.    Tujuan dan Kegunaan Penelitian................................................. .8

E.     Tinjauan Pustaka...........................................................................8   

F.      Langkah-Langkah Penelitian

1.      Teknik Pengumpulan Data....................................................................................9
2.      Penentuan Lokasi Penelitian…............................................................................11
3.      Penentuan informan……….................................................................................13
4.      Historiografi………………................................................................................15
      DAFTAR  PUSTAKA






           






 
KATA PENGANTAR
ÉOó¡Î0 «!$# Ç`»uH÷q§9$# ÉOŠÏm§9$# ÇÊÈ
Puji Syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal eksperimen yang berjudul “PERBANDINGAN TABUT BENGKULU DAN TABUT PARIAMAN”
Proposal ini merupakan salah satu syarat untuk memenuhi tugas metodelogi sejarah dengan dosen Rindom Harahap M.Ag Dalam penelitian dan penulisan proposal ini penulis banyak mendapat masukan dan bantuan dari berbagai pihak.
Dalam penulisan proposal ini penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan dan kesalahan, oleh karena itu penulis berharap adanya kritik dan saran baik dari dosen yang bersangkutan atau teman-teman. Akhirnya dengan kerendahan hati, penulis berharap semoga proposal ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.





Bengkulu, 2 Januari 2015


ARIFAZHARI
NIM. 212 343 9474


 


PERBANDINGAN TABUT BENGKULU
DAN TABUT PARIAMAN



PROPOSAL

Oleh :

Arif Azhari
Nim : 212 323 9474

Dosen:
Rindom Harahap M.Ag



PROGRAM STUDI SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM
FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
BENGKULU 2015


 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SEJARAH DAN PERKEMBANGAN SPSS

ASAL USUL DESA RETAK MUDIK KECAMATAN SUNGAI RUMBAI KABUPATEN MUKOMUKO PROPINSI BENGKULUSEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM ( SKI ) FAKULTAS USHULUDIN ADAB DAN DAKWAH INSTITUTE AGAMA ISLAM NEGRI

Sejarah Bengkulu dan Tapak Tilas Arkiologinya