“SEJARAH BERDIRINYA MASJID JAMIK BENGKULU”





SEJARAH BERDIRINYA MASJID JAMIK BENGKULU
 
BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang Penelitian
Dewasa ini, Masjid merupakan tempat beribadah yang mengalami perkembangan dalam desain dan pembuatannya. Tak jarang disebuah daerah yang tak mempunyai masjid sebagai pusat kota. Seperti pada masak lasik Islam, masjid mempunyai fungsi yang jauh lebih besar dan bervariasi dibandingkan fungsinya yang sekarang.
Disamping sebagai tempat ibadah, masjid juga menjadi pusat kegiatan sosial dan politik umat Islam. Lebih dari itu, masjid adalah lembaga pendidikan semenjak masa paling awal Islam. Masjid pula yang menjadi pilar utama pembangunan peradaban pada suatu negeri. Inilah yang dicontohkan Rasulullah ketika pertama kali beliau menginjakan kakinya di Madinah.
Tempat ibadah inilah yang kelak disebut masjid, dan merupakan masjid yang pertama kali didirikan oleh umat Islam. Setelah masjid berdiri, maka Rasulullah SAW beserta sahabatnya mengadakan sholat jum’at pertama, pada peristiwa ini Rasulullah SAW, menyampaikan khotbah yang sangat singkat, lalu meneruskan perjalan menuju kota Yathrib untuk menggapai cita-cita hijrah yang telah diperintahkan Allah SWT. Adapun hadits tentang masjid, sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Tirmizi dari Abi Sa’id Al-Khudri berbunyi bahwa tiap potong tanah itu adalah masjid. Dalam hadist yang lain Nabi Muhammad saw menerangkan, “telah dijadikan tanah itu masjid bagiku, tempat sujud”. Masjid berasal dari kata sajada-sujud,
Salah satunya bermakna mengikuti maupun menyesuaikan diri dengan ketetapan Allah berkaitan dengan alam raya. Dalam perkembangannya kata-kata masjid sudah memiliki pengertian khusus, yakni suatu bangunan yang berfungsi dipergunakan sebagai tempat shalat, baik shalat lima waktu, shalat jumat maupun shalat hari raya. Kata masjid di Indonesia menjadi istilah baku sehingga bila disebut kata-kata masjid maka yang dimaksudkan adalah tempat melaksanakan shalat jumat. Tempat-tempat shalat yang tidak dipergunakan untuk shalat jum’at maka tidak disebut masjid di Indonesia.
Masjid sebagai salah satu pemenuhan kebutuhan spiritual sebenarnya bukan hanya berfungsi sebagai tempat shalat saja, tetapi juga merupakan pusat kegiatan sosial kemasyarakatan, seperti yang telah dicontohkan oleh Rasulullah saw. Beberapa ayat dalam Al quran menyebutkan bahwa fungsi masjid adalah sebagai tempat yang didalamnya banyak menyebut nama Allah (tempat berdzikir), tempat beri’tikaf, tempat beribadah (shalat), pusat pertemuan islam untuk membicarakan urusan hidup dan perjuangan (QS Ali Imran : 114; Al Hajj : 40; Ali Imran : 187; Al Jin : 18-19 ; Al Hajj : 25).
Saat ini masjid sudah sangat berkembang, di Daerah-daerah sudah banyak sekali kita temui masjid yang megah, apa lagi di pusat-pusat kota. Bangunan-bangunan masjidpun sekarang sudah sangat bervariasi bahkan berlomba-lomba untuk mendisain sebagus mungkin. Setiap kota memiliki sejumlah masjid, sebab pembangunannya tidak saja dilakukan penguasa resmi, tetapi juga oleh para bangsawan, hartawan dan swadaya masyarakat. Jumlah masjid terus bertambah sejalan dengan meluas dan majunya peradaban Islam.Sekarang ini masjid bukan hanya tempat untuk beribadah tetapi juga sebagai sumber belajar.Sebagai observasi kami pun tertarik dengan masjid Agung Al Munnawar yang tempat beradi di pusat kota Tulungagung. Di masjid ini banyak sekali kegiatan-kegiatan yang patut untuk di liput ataupun di ikuti.
Masjid Jami di Bengkulu sebagai kenang kenangan manis dari Bung Karno, karena memang rancang bangun nya saat direnovasi ditangani sendiri oleh beliau di masa pengasingannya di Bengkulu. Meskipun sebenarnya masjid ini sudah dibangun jauh sebelum kedatangan Bung Karno ke tanah Bengkulen sebagai tahanan politik pemerintah kolonial Hindia Belanda. Namun bangunan yang kini berdiri memang hasil guratan tangan Bung Karno sendiri. Awalnya masjid ini dibangun di kelurahan Kampung Bajak, Bengkulu dekat dengan lokasi pemakaman Sentot Ali Basya, teman seperjuangan Pangeran Diponegoro yang dibuang Belanda ke Bengkulu. Namun kemudian masjid tersebut dipindahkan ke lokasinya sekarang ini di Jalan Soeprapto, Kota Bengkulu.
Bangunan masjid terdiri dari tiga bagian : ruang utama untuk sholat, serambi masjid dan tempat berwudhu. Bangunan utama berukuran 14.65x14.65m, dilengkapi dengan tiga buah pintu masuk. Di dalam bangunan utama tersebut, terdapat mihrab berukuran lebar 1.60 meter dan panjang 2.5 meter. Pada sebelah kanan mihrab, juga terdapat mimbar dengan corak istambul. Pada bagian atapnya terdapat dua buah kubah dari seng alumunium. Untuk naik ke atas mimbar, terdapat empat buah anak tangga.
Di luar bangunan utama, terdapat serambi yang berbentuk persegi panjang dengan ukuran 11.46 x 7.58 meter. Di serambi terdapat sebuah bedug yang berdiameter 80 cm. bangunan lainnya yang melengkapi masjid adalah tempat berwudhu yang berbentuk persegi panjang, berukuran 8.8x5.55 meter, dengan konstruksi dari batu biasa dan batu karang. Terahir sebagaimana masjid masjid lainnya di Indonesia, masjid jami ini juga dilengkapi dengan halaman yang cukup luas. Saat ini, halaman tersebut dilengkapi pagar besi dengan pilar dari batu, di halaman tersebut juga terdapat banyak pohon dan tanaman rindanga dan indah, sehingga udara di sekitar masjid terada sejuk dan segar.
Berdasarkan paparan latar belakang diatas maka penulis tertarik untuk mengangkat judul dalam peneliti ini dan  tertarik untuk mengambil judul “Analisis Sejarah Masjid Jamik Bengkulu”

B.  Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam pembuatan proposal ini adalah :
1.      Sejarah Berdirinya Masjid Jamik di Bengkulu ?
2.      Perbedaan Masjid Jamik Bengkulu Dari Dahulu Sampai Sekarang ?
3.      Bentuk Arsetetur Mesjid Jamik Bengkulu ?

C.  Tujuan Penelitian
1.      Untuk mengetahui Sejarah Berdirinya Masjid Jamik di Bengkulu.
2.      Untuk mengetahui Perbedaan Masjid Jamik Bengkulu Dari Dahulu Sampai Sekarang.
3.      Bentuk Arsetetur Mesjid Jamik Bengkulu.

D.      Manfaat Penelitian
1.      Bagi Penyusun
Dapat menambah wawasan penyusun tentang pengembangan sumber belajar PAI berbasis Masjid.
2.      Bagi Pembaca
a.    Dapat digunakan  sebagai bahan kajian dan bahan referansi dalam penyusunan laporan penelitian yang berkaitan dengan materi yang kami kaji.
b.    Berkenaan dengan materi yang kami kaji, dapat dijadikan sebagai alternative untuk mengembangkan sumber belajar PAI berbasis Masjid.

E.  Tinjauan Pustaka
1.      Pengertian Masjid (Tinjauan Filosofi)
Masjid berasal dari kata sajada yang artinya tempat sujud. Secara teknis sujud (sujudun) adalah meletakkan kening ke tanah. Secara maknawi, jika kepada Tuhan sujud mengandung arti menyembah, jika kepada selain Tuhan, sujud mengandung arti hormat kepada sesuatu yang dipandang besar atau agung. Sedangkan sajadah dari kata sajjadatun mengandung arti tempat yang banyak dipergunakan untuk sujud, kemudian mengerucut artinya menjadi selembar kain atau karpet yang dibuat khusus untuk salat orang per orang. Oleh karena itu karpet masjid yang sangat lebar, meski fungsinya sama tetapi tidak disebut sajadah.
Secara etimologi mesjid berasal dari bahasa Arab. Kata pokoknya sujudan,fiil madinyanya sajada(ia sudah sujud). Fiil sajada di beri awalan ma,sehingga terjadilah isim makan.Isim makan ini menyebabkan perubahan bentuk sajada menjadi masjidu,masjid.Jadi ejaan aslinya masjid(a).Pengambilan alih kata masjid oleh bahasa indonesia umumnya membawa proses bunyi a menjadi e, sehingga terjadi bunyi mesjid. Perubahan bunyi dari ma menjadi me disebabkan tanggapan awalan me dalam bahasa indonesia. Bahwa hal ini salah, sudah tentu. Kesalahan umum seperti ini dalam indonesianisasi kata-kata asing sudah biasa. Dalam ilmu bahasa sudah menjadi kaidah, kalau suatu penyimpangan atau kesalahan dilakukan secara umum ia dianggap benar dan jadilah ia kekecualian.
Menurut Qurais Syhab dalam Wawasan Alqur-annya mengatakan Kata masjid terulang sebanyak dua puluh delapan kali di  dalam Al-Quran.  Dari  segi bahasa, kata tersebut terambil dari akar kata sajada-sujud, yang  berarti  patuh,  taat,  serta  tundukdengan penuh hormat dan takzim.
Dalam pengertian sehari-hari, masjid merupakan bangunan tempat shalat kaum Muslim. Tetapi,  karena  akar  katanya  mengandung makna tunduk dan patuh,maka secara terminologi masjid adalah tempat melakukan segala  aktivitas  yang  mengandung  kepatuhan  kepada   Allah semata.  Karena  itu Al-Quran sural Al-Jin (72): 18, misalnya,  menegaskan bahwa, Sesungguhnya masjid-masjid itu adalah milik Allah, karena janganlah menyembah selain Allah sesuatu pun. Rasul Saw. bersabda, Telah dijadikan untukku (dan untuk umatku) bumi sebagai masjid dan sarana penyucian diri (HR Bukhari dan Muslim melalui Jabir bin Abdullah). Jika dikaitkan dengan bumi ini,  masjid  bukan  hanya  sekadar tempat  sujud  dan  sarana penyucian.
Jadi secara terminologi masjid  adalah  tempat  melaksanakan   segala aktivitas  manusia  yang  mencerminkan  kepatuhan kepada Allah Swt.Berati masjid bukan hanya bangunan tempat shalat,  atau  bahkan bertayamum  sebagai  cara  bersuci  pengganti wudu. Dengan  demikian,  masjid  menjadi   pangkal   tempat   Muslim bertolak, sekaligus pelabuhan tempatnya bersauh.
Adapun masjid (masjidun) mempunyai dua arti, arti umum dan arti khusus. Masjid dalam arti umum adalah semua tempat yang digunakan untuk sujud dinamakan masjid, oleh karena itu kata Nabi, Tuhan menjadikan bumi ini sebagai masjid. Sedangkan masjid dalam pengertian khusus adalah tempat atau bangunan yang dibangun khusus untuk menjalankan ibadah, terutama salat berjamaah. Pengertian ini juga mengerucut menjadi, masjid yang digunakan untuk salat Jum'at disebut Masjid Jami`. Karena salat Jum`at diikuti oleh orang banyak maka masjid Jami` biasanya besar. Sedangkan masjid yang hanya digunakan untuk salat lima waktu, bisa di perkampungan, bisa juga di kantor atau di tempat umum, dan biasanya tidak terlalu besar atau bahkan kecil sesuai dengan keperluan, disebut Musholla, artinya tempat salat. Di beberapa daerah, musholla terkadang diberi nama langgar atau surau.

2.    Sejarah Masjid
Pada masa Rasullah, pada tahun kenabian yang ke-13 dan tahun 1412 Hijriyah, sebuah kalifah yang terdiri dari para sahabat yang disebut sebagai kaum Muhajirin dan dipimpin oleh Rasullulah Muhammad SAW, berarak meninggalkan kota Makkah untuk berhijrah menuju Madinah yang waktu itu masih bernama Yathrib. Setelah berhari-hari berjalan kaki menyusuri padang pasir tandus di tengah terik matahari, sampailah rombongan itu di sebuah desa bernama Quba’ yang berjarak hanya beberapa kilometer sebelum kota Yathrib. Walaupun kota Yathrib telah kelihatan di depan mata, namun Nabi mengajak para sahabat untuk berhenti dan bersama-sama mendirikan tempat ibadah. Mereka bersama-sama bekerja bahu-membahu mengumpulkan batu untuk fundamen dan lantai, memotong pohon korma untuk tiang dan daunnya untuk dinding serta atap, Nabi sendiri tidak hanya memberi komando tetapi juga terlibat ikut mencucurkan keringat.
Tempat ibadah inilah yang kelak disebut masjid, dan merupakan masjid yang pertama kali didirikan oleh umat Islam. Setelah masjid berdiri, maka Rasulullah SAW beserta sahabatnya mengadakan sholat jum’at pertama, pada peristiwa ini Rasulullah SAW, menyampaikan khotbah yang sangat singkat, lalu meneruskan perjalan menuju kota Yathrib untuk menggapai cita-cita hijrah yang telah diperintahkan Allah SWT.
Adapun hadits tentang masjid, sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Tirmizi dari Abi Sa’id Al-Khudri berbunyi bahwa tiap potong tanah itu adalah masjid. Dalam hadist yang lain Nabi Muhammad saw menerangkan, “telah dijadikan tanah itu masjid bagiku, tempat sujud”. Masjid berasal dari kata sajada-sujud,
Salah satunya bermakna mengikuti maupun menyesuaikan diri dengan ketetapan Allah berkaitan dengan alam raya. Dalam perkembangannya kata-kata masjid sudah memiliki pengertian khusus, yakni suatu bangunan yang berfungsi dipergunakan sebagai tempat shalat, baik shalat lima waktu, shalat jumat maupun shalat hari raya. Kata masjid di Indonesia menjadi istilah baku sehingga bila disebut kata-kata masjid maka yang dimaksudkan adalah tempat melaksanakan shalat jumat. Tempat-tempat shalat yang tidak dipergunakan untuk shalat jum’at maka tidak disebut masjid di Indonesia.
Masjid sebagai salah satu pemenuhan kebutuhan spiritual sebenarnya bukan hanya berfungsi sebagai tempat shalat saja, tetapi juga merupakan pusat kegiatan sosial kemasyarakatan, seperti yang telah dicontohkan oleh Rasulullah saw. Beberapa ayat dalam Al quran menyebutkan bahwa fungsi masjid adalah sebagai tempat yang didalamnya banyak menyebut nama Allah (tempat berdzikir), tempat beri’tikaf, tempat beribadah (shalat), pusat pertemuan islam untuk membicarakan urusan hidup dan perjuangan (QS Ali Imran : 114; Al Hajj : 40; Ali Imran : 187; Al Jin : 18-19 ; Al Hajj : 25).

3.    PERAN DAN FUNGSI MASJID
Masjid dalam peradaban pendidikan islam di Indonesia selain berfungsi sebagai tempat ibadah, mempunyai peran sekaligus memiliki fungsi yang sangat vital dalam perkembangannya yaitu:
a.    Masjid Sebagai Tempat Shalat
Adalah Fungsi utama masjid sebagai tempat sujud kepada Allah SWT, tempat shalat, tempat beribadah kepada-Nya dan tempat mendekatkan diri kepada-Nya.
Shalat adalah ibadah yang terpenting dan utama dalam Islam. Dalam deretan rukun Islam Rasulullah saw. menyebutnya sebagai yang kedua setelah mengucapkan dua kalimah syahadat (syahadatain).
” Rasullulah   bersabda,  “ Islam dibangun  atas lima pilar: bersaksi  bahwa  tiada  tuhan  selain  Allah  dan Muhammad  adalah  utusan  Allah,menegakkan shalat, membayar zakat, berhajji ke ka’bah baitullah dan puasa di bulan Ramadlan.” (HR. Bukhari, No.8 dan HR. Muslim No.16).
Ketika ditanya Malaikat Jibril mengenai Islam, Rasullah saw. lagi-lagi menyebut shalat pada deretan yang kedua setelah syahadatain (HR. Muslim, No.8). Orang yang mengingkari salah satu dari rukun Islam, otomatis menjadi murtad (keluar dari Islam). Abu Bakar Ash Shidiq ra. ketika menjabat sebagai khalifah setelah Rasullulah Saw. wafat, pernah dihebohkan oleh sekelompok orang yang menolak zakat. Bagi Abu Bakar mereka telah murtad, maka wajib diperangi. Para sahabat bergerak memerangi mereka. Peristiwa itu terkenal dengan harbul murtaddin. Ini baru manolak zakat, apalagi menolak shalat.
Bila dalam ibadah haji Rasulullah saw. bersabda, “Ambillah dariku cara melaksanakan manasik hajimu”, maka dalam shalat Rasullah bersabda, “shalatlah sebagaimana kamu melihat aku shalat”.

b.   Masjid Sebagai Pusat  Pendidikan Islam di Indonesia
Dalam hubungannya dengan pengembangan pendidikan Islam di Indonesia, sejak awal penyebaran  Islam, masjid telah memegang peranan yang cukup besar. Kedatangan orang-orang Islam ke Indonesia yang pada umumnya berprofesi sebagai pedagang, mereka hidup berkelompok dalam beberapa tempat, yang kemudian tempat-tempat yang mereka tempati tersebut menjadi pusat-pusat perdagangan. Di sekitar pusat-pusat dagang itulah, mereka biasanya membangun sebuah tempat sederhana (masjid), dimana mereka bisa melakukan shalat dan kegiatan lainnya sehari-hari. Memang tampaknya tidak hanya kegiatan perdagangan yang menarik bagi penduduk setempat. Kegiatan para pedagang muslim selepas dagang pun menarik perhatian masyarakat. Maka sejak itulah pengenalan Islam secara sistematis dan berlangsung di banyak tempat.
Awal penyebaran Islam tidak bisa terlepas dari jasa besar masjid, yang menjadi tempat bertemunya ulama dengan masyarakat umum. Keterlibatan dua pihak yang saling bersepakat untuk bertemu di sebuah tempat yang bernama masjid. Masjid sangat diperlukan, mengingat tidak ada tempat yang lebih memadai dalam mewadahi proses itu. Bahkan dimasa lampau sebelum dikenalnya sekolah dan lembaga lainnya, masjid itulah merupakan satu-satunya pusat kegiatan pendidikan bagi penduduk pedesaaan.
Generasi awal muslim Indonesiapun, mulai dirintis melalui proses pendidikan Islam di masjid. Merekalah yang nantinya membuka jalan baru dalam membentuk masyarakat muslim di Indonesia dan menyebar sampai seluruh pelosok tanah air hingga terbentuknya kerajaan Islam di Indonesia.
Tak mengherankan apabila para Wali (yang lebih dikenal sebagi Wali Songo) ketika mendirikan kerajaan Islam pertama di Jawa, yaitu kerajaan Demak, berbarengan dengan itu juga mendirikan masjid Agung Demak. Begitu juga para Wali yang lain dalam melaksanakan misi dakwahnya senantiasa menjadikan masjid seabagi basis gerakannya. Dan ternyata memang hal ini merupakan warisan dari tradisi Nabi Muhammad SAW, pada awal-awal menegakkan Islam. Maka bukan hal yang istimewa apabila di setiap alun-alun sebuah kota, di sebelahnya selalu berdiri masjid. Kenapa masjid? Ya, karena masjid merupakan miniatur (kosmos kecil) dari konfigurasi kehidupan (kosmos besar). Disana terjadi interaksi sosial, di sana ada masyarakat dan pimpinan, di sana ada tempat untuk memperhalus benang spiritualisasi (hablum minallah), dan ada ruang untuk ngaji, memperdalam keilmuan dan membahas permasalahan sosial (hablum minanas).
Ada beberapa hal yang bisa diperhatikan dalam sistem pendidikan Islam di masjid, yaitu:
1)   Tenaga pendidik, mereka adalah orang-orang yang tidak meminta imbalan jasa, tidak ada spesifikasi khusus dalam keahlian mengajar, mendidik bukan pekerjaan utama, dan tidak diangkat oleh siapapun.
2)   Mata pelajaran yang diajarkan terutama ilmu-ilmu yang bersumber kepada al-Qur'an dan al-Sunnah, namun dalam perkembangan berikutnya ada bidang kajian lain, seperti: tafsir, fikih, kalam, bahasa Arab, sastra maupun yang lainnya.
3)   Siswa atau peserta didik, mereka adalah orang-orang yang ingin mempelajari Islam, tidak dibatasi oleh usia, dari segala kalangan dan tidak ada perbedaaan.
4)   Sistem pengajaran yang dilakukan memakai sistem halaqah.
5)   Metode pengajaran yang diterapkan memakai 2 metode, yakni metode bandongan dan metode sorogan
6)   Waktu pendidikan, tidak ada waktu khusus dalam proses pendidikan di masjid, hanya biasanya banyak dilakukan di sore hari atau malam hari, karena waktu tersebut tidak mengganggu kegiiatan sehari-hari dan mereka mempunyai waktu yang cukup luang.

c.    Perkembangan Pendidikan Islam di Masjid
Pada hakekatnya, masjid memiliki potensi untuk menjadi pusat pendidikan dan peradaban. hal ini tercermin dalam tata ruang daerah, desa atau kota masyarakat muslim, seperti banyak diketemukan di Indonesia. Di beberapa daerah, masjid selalu diketemukan di pusat-pusat kota, mendampingi bangunan pusat pemerintahan, menghadap lapangan luas atau alun-alun.
Mudahnya seseorang memeluk Islam, menjadikan Islam cepat tersebar ke seluruh Nusantara. Banyak orang tua yang tidak memiliki pengetahuan yang cukup tentang Islam namun memiliki kesadaran akan pentingnya ilmu, memerintahkan anak-ankanya untuk pergi ke surau atau langgar untuk mengaji pada seorang guru ngaji atau guru agama. Bahkan ada pada masyarakat yang kuat religiusitanya ada suatu tradisi yang mewajibkan anak-anak yang berumur 7 tahun meninggalkan rumah dan ibunya, kemudian tinggal di surau atau langgar untuk mengaji pada guru agama. Memang pada mulanya, Pendidikan Agama Islam di surau, langgar atau masjid masih sangat sederhana. Modal pokok yang mereka miliki hanya semangat menyiarkan agama bagi yang telah memiliki ilmu agama dan semangat menuntut ilmu bagi anak-anak. Mereka yang mengajar di masjid-masjid itu tanpa diangkat oleh siapapun.
Banyak daerah di Indonesia, menjadikan masjid sebagai pusat kegiatan pendidikan dan pengajaran. Bahkan di Minangkabau, masjid menduduki tempat penting dalam struktur sosial dan keagamaan masyarakat. Karena itu surau yang bentuknya lebih kecil dari masjid menjadi penting pula bagi kehidupan masyarakat Minang. Fungsinya sebagai tempat penginapan anak-anak bujang tidak berubah, lalu fungsi tersebut diperluas menjadi tempat pengajaran dan pengembangan ajaran Islam, menjadi tempat mengaji, belajar agama dan tempat upacara-upacara yang berkaitan dengan agama.
Kehadiran surau dalam masyarakat Minangkabau yang berfungsi sebagai lembaga pendidikan Islam semacam pesantren jelas berkaitan erat dengan perluasan fungsi surau dalam masyarakat Minangkabau.Ini pertama dirintis oleh Syekh Burhanuddin (1066 – 1111 H / 1646 – 1691 M) di Ulakan, Pariaman. Di surau inilah Syekh Burhanuddin melakukan pengajaran Islam dan mendidik beberapa ulama yang menjadi kader dalam pengembangan ajaran Islam selanjutnya di tanah Minang. Salah seorang murid Syekh Burhanuddin yang paling terkenal adalah Tuanku Mansiang Nan Tuo, mendirikan surau pula di kampungnya, Paninjuan.
Setelah kerajaan Islam jatuh dan kaum Paderi dipatahkan oleh penjajah Belanda, maka mulailah pendidikan dan pengajaran Islam memudar. Meskipun demikian, pendidikan Islam di surau-surau dan di masjid-masjid tetap tegak dan tak pernah mati, walaupun pemerintah Belanda telah mendirikan beberapa sekolah sebagai saingan dari suaru-surau itu.
Pasca kemerdekaan, masjid-masjid di pedesaaan berfungsi sebagai tempat untuk melaksanakan ibadah shalat, belajar membaca al-Qur'an bagi anak-anak dan memperingati hari-hari besar Islam.Di daerah perkotaan, fungsi masjid menjadi semakin luas.Masjid digunakan sebagai tempat pembinaan generasi Islam, ceramah dan diskusi keagamaan serta perpustakaan.
d.   Fungsi Masjid Sebagai Potensi Ekonomi
Menurut Yusuf Qhardhawi, (1999:24) posisi pertama pengentasan kemiskinan disandang oleh bekerja. Yaitu suatu usaha yang dilakukan oleh seseorang baik sendiri maupun bersama-sama untuk memproduksi suatu komoditi, berdagang atau memberikan jasa dalam pengertian seluas-luasnya.
Terkait dengan potensi ekonomi masjid, sekarang ada beberapa unit usaha jamaah masjid yang antara lain adalah
1)   Koperasi Simpan Pinjam antar pengurus. Ada upaya di antara sesama pengurus untuk mengatasi kebutuhan harian dan saling membantu mereka bermufakat mendirikan koperasi simpan pinjam. Koperasi untuk kalangan intern ini sekalipun belum punya badan hukum tapi eksistensi koperasi ini cukup membantu kebutuhan pengurus.
2)   Wartel. Kebutuhan informasi dan telekomunikasi saat ini, ditambah tempat yang strategis membuat keberadaan warung telekomunikasi ini sangat dibutuhkan masyarakat. Cuma persoalan sekarang, perkembangan teknologi yang kian pesat, wartel tidak diminati lagi dengan adanya ponsel atau telepon genggam. Usaha ini mengalami kemunduran.
3)   WC Umum. Jasa yang satu ini sangat dibutuhkan masyarakat apalagi apabila masjid berada di lokasi keramaian pasar. Pengurus beriniasiatif menyediakan WC umum yang cukup representatif Usaha jasa ini sangat menguntungkan dan meraup keuntungan yang berlipan ganda.
4)   Penitipan Sandal dan Sepatu. Jasa yang satu ini juga lahan potensi ekonomi yan g sangat potensial kalau dimanag secara bagus dan profesiaonal. Terbukti infak yang terkumpul pertahunnya mencapai jutaan rupiah.
5)   Arisan Jamaah Majlis Taklim. Ada inisiatif dari jamaah wirid majlis taklim untuk mengadakan arisan. Hal ini masih berjalan dan perputaran uang pada sekali putaran mencapai puluhan juta.
6)   Toko milik masjid. Masjid telah mengembangkan toko sebagai sarana pengembangan modal pembiayaan masjid .
7)   Jasa ambulan. Jasa ini juga sangat dibutuhkan dengan perkembangan masyarakat dan berbagai sektor.
e.    Kondisi Masjid dan Harapan Umat Islam
Ada beberapa langkah yang dapat dilakukan dalam membangun dan merealisasikan potensi kekuatan umat berbasis masjid. Antara lain:
pertama, mendata potensi jamaah masjid. Sudah saatnya pengurus masjid memiliki data potensi jamaah yang dimilikinya.
Kedua, mendata potensi ekonomi lingkungan sekitar masjid. Langkah selanjutnya adalah mendata potensi ekonomi masyarakat yang tinggal di sekitar masjid, termasuk menganalisis potensi strategis lokasi masjid. Tentu saja masjid yang berlokasi di daerah perumahan yang mayoritas penduduknya bekerja pada sektor jasa, akan memiliki potensi yang berbeda dengan masjid yang berlokasi di wilayah yang didiami oleh mayoritas petani atau nelayan.
Ketiga, memperkuat jaringan ekonomi dengan masjid lainnya. Dalam era global dewasa ini, salah satu sumber kekuatan bisnis adalah terletak pada kekuatan ’’jaringan’’ yang dimiliki. Semakin luas jaringan, semakin kuat pula bisnis yang dimiliki. Karena itulah, masjid harus memanfaatkan secara optimal potensi jaringan yang dimilikinya. Jaringan merupakan salah satu sumber kekuatan umat yang harus dikelola dengan baik, sehingga akan memiliki manfaat yang bersifat luas.
f.     Relevansi Memfungsikan Masjid
Relevansi langsung semua hal yang dibahas di atas dengan agenda kita memfungsikan masjid sebagai pusat peradaban, terutama dalam kaitanya dengan antusiasme kalangan muda dan anak-anak (putera-puteri kita) ialah:
Pertama, kepada mereka harus mulai diusahakan dengan sungguh-sungguh pengembangan minat membaca yang serius, dengan mengenal perpustakaan yang ada di masjid (jika memang sudah ada). Maka program pengadaan perpustakaan masjid harus diusahakan benar terlaksananya.
Kedua, hendaknya diperkenalkan seni kaligrafi yang menghiasi masjid-masjid, dengan percobaan mengenali bunyi lafal-lafalnya dan makna-makna yang dikandungnya, serta kaitannya dengan kehidupan. Ini berarti di tuntut adanya pengertian yang baik tentang seni kaligrafi Islam. Ini semakin penting, mengingat untuk negeri kita seni Islam itu belum begitu mapan.
Ketiga, karena membangun masjid merupakan pranata Islam yang terpenting, maka kepada mereka hendaknya mulai ditumbuhkan apresiasi dan minat kepada arsitektur masjid yang bermacam-macam. Sebab wujud seni Islam yang terpenting sesungguhnya ialah arsitektur (bangunan Islam seperti al-hambra, Qubbat al-shakhrah, Taj Mahal, Fateh Puri, dll. Sampai sekarang tetap merupakan bangunan-bangunan paling indah di muka bumi).
Keempat, sudah tentu kepada mereka juga harus di perkenalkan bentuk-bentuk kegiatan masjid yang bersifat sosial, sebagai perwujudan budi pekerti luhur Islam, amal saleh, dan cita-cita keadilan sosial, sebagai wujud salah satu misi suci Islam yang utama.
Jadi, kalau menurut saya fungsi masjid itu harus kita galakan. Apalagi masjid itu sebagai pusat peradaban umat Islam. Dan harus memanfaatkan fungsi masjid. Karena kalau kita bisa memanfaatkan fungsi masjid tersebut ini akan memberdayakan masyarakat yang ada di sekitar kita, selain tempat ibadah dan bersujud, juga sebagai pengembangan ekonomi. Dan ini dapat membangun peradaban masyarakat Islam yang sejahtera, aman dan tentram.

F.   Metode Penelitian
1.      Jenis Penelitian
Penelitian ini akan diteliti dengan menggunakan metode penelitian kualitatif yaitu metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositifisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, (sebagai lawanya adalah exsperimen) dimana penelitian adalah sebagai instrumen kunci, teknik  pengumpulan data di lakukan secara triagulasi (gabungan), analisis data bersifat indukatif atau kualitatif dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi (Sugiyono, 2011:9)

2.      Sumber Data
a.         Data Primer
Data perimer adalah data yang diperoleh langsung dari subjek penelitian dengan mengunakan alat pengukuran atau alat pengambilan data langsung pada subjek sebagai sebagai sumber informasi yang dicari Sumber data yang penulis gunakan melalui buku pedoman tentang problematika orang tua dalam pembinaan akhlak remaja. Dalam penelitian ini yang dijadikan informan adalah orang tua yang memiliki anak remaja yang berumur kurang lebih 13 sampai dengan 21 tahun yang berjumlah 113 orang. (Azwar,2010:91).
Dari informan akan diperoleh seluruh data yang diperlukan selama penulisan ini berlangsung. Informan yang dijadikan narasumber terdiri dari beragam sesuai dengan keadaan yang diteliti. Dimana mesjid jamik yang di sebabkan oleh berbagai faktor, baik dari luar maupun dari dalam.
b.        Data Skunder
Data skunder adalah data yang diperoleh lewat pihak lain, tidak langsung diperoleh oleh peneliti dari subjek penelitiannya. Data skunder biasanya berwujud data dokumentasi atau data laporan yang telah tersedia. (Azwar, 2010:9).
Data skunder yang akan penulis akan gunakan sebagai sumber pendukung dari data primer yang berupa data  sejarah berdirinya dan bentuk arsitektur mesjid jamik Bengkulu dan yang berkaitan dengan permasalahan-permasalahan penelitian serta sumber data yang akurat.

3.      Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dapat dilakukan dalam berbagai setting, berbagi sumber, dan berbagi cara. Bila dilihat dari settinganya, data dapat dikumpulkan pada setting alamiah (natural setting), bila dilihat dari sumber datanya, maka penggumpulan data dapat menggunakan  sumber primer dan sumber skunder. Dari segi cara atau teknik pengumpulan data, maka teknik pengumpulan data dapat dilakukan dengan interview (wawancara) kuisioner (angket), observasi (pengamatan) dan gabungan ketiganya. (Sogiyono, 2010:137).
Untuk mengumpulkan data-data yang diperlukan dalam penelitian ini di gunakan beberapa teknik, yaitu:



a.         Wawancara (Interview)
Wawancara adalah percakapan atau dialog yang dilakukan dengan tujuan tertentu. Dialog yang dilakukan oleh pewawancara (interview) untuk memperoleh imformasi dari terwawancara (interview) (Arikonto, 2006:198).
Wawancara adalah cara menghimpun data, bahan-bahan keterangan dengan melakukan tanya-jawab lisan antara dua orang atau lebih berhadapan secara fisik, yang satu dapat melihat muka, yang lain dapat mendengarkan dengan telinga dan suara sendiri.
Penulis melakukan wawancara untuk memperoleh data yang berhubungan dengan sejarah berdirinya masjid jamik, perubahan dari dahulu hingga sekarang, dan bentuk arsitiktor mesjid jamik Bengkulu, wawancara dilakukan kepada pengurus mesjid jamik baik yang sekarang ataupun yang terdahulu dalam artian yang masih hidup atau wajar dimintai informasi.
b.        Observasi (Pengamatan)
Menurut Hadi (1986)  dikutip oleh Sugiyono (2009:203) mengemukakan bahwa observasi adalah suatu proses yang komplek, suatu proses yang tersusun dari berbagai proses biologis dan pisikologis.
Secara umum, observasi adalah cara untuk menghimpun bahan-bahan keterangan (data) yang dilakukan dengan mengadakan pengamatan dan pencatatan secara sistematis tehadap fenomena-fenomena yang akan di jadikan pengamatan.
Objek dilakukan untuk mendapatkan data yang berkaitan dengan dengan sejarah berdirinya masjid jamik, perubahan dari dahulu hingga sekarang, dan bentuk arsitiktur mesjid jamik Bengkulu.


c.         Dokumentasi
Dokumentasi adalah pencarian data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip, surat kabar dan sebagainya (Arikonto,2006:231)
Dokumentasi adalah teknik pengumpulan  data yang dapat berupa catatan-catatan peristiwa yang telah lalu oleh pengurus mesjid. Dokumentasi bisa berupa gambaran dan hasil evaluasi. Pengumpuan data dengan dokumentasi bertujuan untuk kelengkapan data hasil pengamatan sebelumnya.
4.      Instrumen Penelitian
Adapaun yang menjadi instrumen dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri, dan instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi,wawancara dan dokumentasi.

5.       Teknik Analisa Data
Dalam penelitian kualitatif, data diperoleh dari berbagai sumber, dengan menggunakan teknik pengumpulan data yang bermacam-macam (trigulasi), dan dilakukan secara terus menerus sampai datanya jenuh. Analisis data kualitatif adalah bersifat induktif, yaitu suatu analisis berdasarkan data yang di peroleh, selanjutnya dikembangkan menjadi hipotesis (Sugiyono, 2011:245).
Setelah mengumpulkan data-data yang diperlukan, penulis selesai melakukan observasi, wawancara, dan dokumentasi. Dalam menganalisis data penulis mengunakan kerangka induktif yaitu cara memperoleh pengamatan melalui fakta khusus dan konkrit, kemudian ditarik kesimpulan dan juga penulis mengunakan metode diduktif yaitu pengamatan yang bersifat khusus.
Langkah-langkah Analisis Data :
Tahap pertama, melakukan survei awal untuk melihat dan mengamati permasalahan-permasalahan yang akan diangkat dalam penelitian ini
Tahap kedua, merupakan tahap inti dari penelitian ini, yaitu untuk mencari data-data dengan melakukan berbagai metode pengambilan  data dari sumber yang telah dikumpulkan.
Tahap ketiga, merupakan survey akhir dari penelitian ini dilakukan setelah data-data dianalisis, akan tetapi belum terbentuk penelitian laporan atau skripsi, hal ini untuk mengevaluasi dan melengkapi apabila terdapat kekurangan data.
Tahap keempat, merupakan kesimpulan dari hasil penelitian. Antara data yang tela diperoleh dengan hasil penelitian secara langsung harus saling dikelompokkan, kemudian data tersebut diolah dan dianalisis mana yang dianggap berhubungan atau tidak dengan penelitian yang penulis lakukan.(Ahmad, 2004:60)
















DAFTAR PUSTAKA


Bahrun Rifa’i, Moch. Fakhruroji. 2005. Manajemen Masjid. Benang Merah Press: Bandung.

Arikunto Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta

Gazalba, Sidi,  Mesjid Pusat Ibadat dan Kebudayaan Islam, Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1989, Cet.5.

Moch. E. Ayub, dkk., Manajemen Masjid petunjuk praktis bagi para pengurus, Gema Insani Press, Jakarta, 1996.

Nurhamid, Nur rohim (Pen), Pedoman Amaliah Ibadat, Semarang : CV. Wicaksana, 1989.

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif dan Kualikatif dan R & D : Bandung : Alfabeta

Syafari Harahap,Sofyan,  Menejemen Masjid, Yogyakarta: Dhana Bakti Wakaf, 1993.

Syahruddin, Hanafie, Abdullah abud s, Mimbar Masjid, Jakarta: CV. Haji Masagung, 1986.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SEJARAH DAN PERKEMBANGAN SPSS

ASAL USUL DESA RETAK MUDIK KECAMATAN SUNGAI RUMBAI KABUPATEN MUKOMUKO PROPINSI BENGKULUSEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM ( SKI ) FAKULTAS USHULUDIN ADAB DAN DAKWAH INSTITUTE AGAMA ISLAM NEGRI

Sejarah Bengkulu dan Tapak Tilas Arkiologinya